Selasa, 12 November 2013

PERIKANAN BUDIDAYA MENUJU PASAR BEBAS ASEAN 2015

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) siap menjawab tuntutan pasar bebas ASEAN yang akan bergulir pada tahun 2015. “Produk perikanan budidaya, siap untuk menghadapi pasar bebas ASEAN. Bahkan kita telah siapkan tujuh jurus untuk menghadapinya pada tahun 2015 mendatang”, demikian disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, dalam acara syukuran kepindahan kantor DJPB ke Menara 165, Jakarta.
Lebih lanjut Slamet menerangkan tujuh jurus tersebut yang semuanya akan diterapkan melalui kebijakan yang akan dikeluarkan. “Jurus pertama adalah penggunaan teknologi dalam rangka mencapai efisiensi usaha budidaya. Penggunaan teknologi ini mutlak diperlukan khususnya efisiensi penggunaan pakan yang salah satunya dicapai dengan system biofloc. System biofloc ini dapat diterapkan di budidaya air tawar dan air payau. Salah satu contoh nyata keberhasilan system biofloc ini adalah budidaya lele system biofloc 165”, sambung Slamet.
Jurus kedua adalah menciptakan system usaha dan investasi di bidang perikanan budidaya yang lebih kondusif. “Investasi sangat diperlukan untuk mengembangkan suatu usaha termasuk usaha perikanan budidaya. Dengan mempermudah masuknya investasi ke sector perikanan budidaya, maka usaha yang dijalankan akan dapat berkembang dan artinya ada peningkatan produksi dan sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat pembudidaya”, tambah Slamet.
 “Perbaikan infrastruktur yang mendukung suatu usaha budidaya adalah jurus ketiga. Dalam pembangunan infrastruktur ini kita sudah menggandeng Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU) terutama untuk rehab saluran air dan jalan produksi. Selain itu kita juga berkolaborasi dengan Kementerian ESDM untuk penyediaan listrik di kawasan budidaya”, papar Slamet.
Jurus berikutnya adalah peningkatan mutu produksi perikanan budidaya melalui sertifikasi Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB). “Komoditas perikanan budidaya  akan terus didorong untuk meningkatkan kualitas produksinya sehingga memenuhi tuntutan pasar internasional dan local. Untuk dapat memproduksi pangan khususnya produk perikanan budidaya yang memenuhi persyaratan mutu tidak cukup hanya mengandalkan pengujian akhir di laboratorium saja. Perlu adanya Sistem Jaminan Mutu melalui penerapan CBIB sejak pra produksi sampai dengan pasca produksi, sehinga produk perikanan budidaya mampu memiliki daya saing tinggi di pasar global demikian juga meningkat serapannya di pasar lokal” tegas Slamet..
Jurus ke lima adalah Pengembangan Perikanan Budidaya berbasis Blue Economy. “Peningkatan nilai tambah produk perikanan mutlak diperlukan. Perikanan Budidaya Berbasis Blue Economy akan meningkatkan efisiensi usaha budidaya, tidak menghasilkan limbah (zero waste) dan bahkan nilai tambah yang didapat akan menambah daya saing produk budidaya”, papar Samet.
Kemandirian dalam menghasilkan induk unggul dan benih bermutu merupakan salah cara untuk mengurangi ketergantungan induk dan benih impor. “Pasar bebas ASEAN harus menjadikan Indonesia sebagai pemain utama bukan hanya sebagai obyek. Produksi benih dan induk unggul sangat diperlukan untuk mendukung semakin bergairahnya usaha budidaya ikan nasional. Selain itu ke depan, untuk membuktikan bahwa kita cinta produk dalam negeri, juga untuk menghindari masuknya penyakit dari negara lain. Kemandirian dalam hal suplai benih dan induk ini bisa dimulai dari kawasan kawasan minapolitan yang kemudian dapat ditiru oleh daerah lainnya. Hal ini salah satunya dapat dicapai dengan menerapkan Cara Perbenihan yang Baik (CPIB), sehingga selain kebutuhan benih tercukupi, kualitas benih tetap terjaga Contoh nyata dari penggunaan produk dalam negeri adalah penggunaan Udang Vaname Nusantara 1 (Udang VN-1). Udang VN-1 telah mampu bangkit kembali dan membuktikan sebagai produk yang layak untuk digunakan oleh pembudidaya udang. Udang VN-1 akan menjadikan Indonesia tidak tergantung lagi dari benih atau induk udang impor, bahkan kita harus mampu mengekspor udang VN-1 ke negara ASEAN lainnya. Saat ini Indonesia merupakan salah satu Negara produsen udang yang bebas dari Early Mortality Syndrome (EMS), yang menyebabkan kegagalan dini budidaya udang. Ini merupakan peluang kita untuk terus menggunakan produk dalam negeri, tidak tergantung produk luar negeri, karena udang kita lebih sehat dan lebih aman dibandingkan udang dari Negara lain”  ” jelas Slamet.
Jurus terakhir yang tidak kalah penting adalah peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) di sector Perikanan Budidaya. “Salah satunya dilakukan melalui kegiatan yang sekarang ini dilaksanakan yaitu Workshop Transformasi Budaya Kerja. Tuntutan tugas yang semakin tinggi memerlukan SDM yang cukup handal dan berkompeten. Kita akan mengubah orientasi kerja kita, dari birokasi menjadi melayani. Perubahan orientasi ini akan mengubah etos kerja kita dengan meningkatkan kualitas kerja yang dijiwai dengan ketulusan, keikhlasan dan kerja keras. Kita tidak akan bisa berubah apabila kita tidak mau berubah. Seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an Surat Ar-Ra’d ayat 11, yang artinya Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka. Jadi perubahan harus mulai dari diri kita sendiri. Itulah tujuan dari workshop ini”, kata Slamet.


Pemberdayaan Pembudidaya Tradisional
Slamet menyatakan bahwa pemerintah juga tetap memperhatikan para pembudidaya tradisional untuk mengembangkan usahanya dan juga meningkatkan mutu hasil produksinya. “Caranya adalah dengan berbudidaya secara kelompok atau secara komunal dengan system klaster. Sistim klaster ini sangat menguntungkan para pembudidaya karena bisa mengendalikan musim tanam, asal usul benih yang berkualitas dan prosedur pemeliharaannya dan sangat bermanfaat bagi pengendalian serta isolasi penyakit, sekaligus dalam menerapkan CBIB maupun CPIB. jiwa kewirausahaan yang dibangun adalah melalui kelompok yang sehat, disiplin dan konsisten menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang tertuang dalam CBIB dan CPIB serta mematuhi anjuran teknis yang diberikan. ”Ke depan menjaga komitmen menerapkan CBIB maupun CPIB adalah ciri pengusaha kecil yang harus dibangun di Indonesia untuk menghadapi Pasar Bebas ASEAN 2015. Tugas KKP adalah mencetak pembudidaya tradisional untuk menjadi pengusaha yang mempu bersaing secara global dengan sentuhan teknologi dan pemberdayaan secara kelompok. Kondisi ini dapat dicapai salah satunya melalui program revitalisasi tambak”, pungkas Slamet.
Slamet menambahkan bahwa capaian produksi perikanan budidaya sampai dengan pertengah Oktober 2013, berdasarkan data sementara yang dihimpun adalah 9,5 juta ton. Volume ini hampir sama dengan pencapaian produksi tahun 2012 lalu. “Kami optimis bahwa target produksi perikanan budidaya tahun 2013 sekitar 13 juta ton dapat tercapai”, jelas Slamet


Pindah Ke Kantor Baru, Menara 165
Pada kesempatan yang sama, Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP), Sharif C. Sutradjo, juga melakukan kunjungan ke kantor DJPB yang baru, di Menara 165, Cilandak- Jakarta Selatan. MKP melakukan peninjauan ke Ruang Pelayan Publik DJPB di lantai 16 dan ruang kerja Direktur Jenderal Perikanan Budidaya di lantai 23.
MKP juga berkenan memberikan bantuan untuk pengembangan budidaya lele biofloc 165 kepada Pondok Pesantren Darul Muttaqin – Bogor dan Pondok Pesantren Al – Hidayah – Depok, senilai masing-masing Rp. 75 juta. MKP juga menerima Buku Usaha Budidaya Lele Biofloc 165 yang diserahkan oleh Tim penulis. Pada saat itu juga diserahkan bantuan teknologi budidaya lele biofloc 165 dari BRI kepada Majelis Az Zikra senilai Rp. 50 juta



[Sumber : DJPB]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar