Kamis, 12 Desember 2013

KKP LINDUNGI BUDIDAYA UDANG DARI PENYAKIT EMS/AHPND

Perudangan nasional saat ini dalam kondisi yang cukup menggembirakan. Harga udang yang mencapai nilai tertinggi yaitu Rp. 105 ribu per kg dan kebutuhan udang secara global yang meningkat, mendorong pemerintah untuk melakukan segala upaya meningkatkan produksi udang dan tetap menjaga usaha budidaya udang nasional dari serangan penyakit. Salah satu penyakit udang yang harus diperhatikan adalah Early Mortality Syndrome (EMS) atau Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPND). “Untuk lebih mengenal dan mengetahui perkembangan terkini dari penyakit ini, pertemuan ini menjadi memiliki nilai strategis dan penting. Karena kita dapat menimba informasi dari pakar internasional terkait penyakit transboundery EMS/AHPND yang masih banyak menyerang budidaya udang terutama di Asia”, demikian disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, saat membuka Seminar “Overview on Early Mortality Syndrome (EMS)/Acute Hematopancreatic Necrosis Disease (AHPND) di Hotel Sahati, Pasar Minggu – Jakarta Selatan.

Slamet menambahkan bahwa Udang merupakan komoditas unggulan ekspor perikanan Indonesia yang keberadaannya menjadi sangat strategis dalam menopang perekonomian nasional melalui penciptaan devisa Negara, sehingga bisnis perudangan nasional perlu terus didorong secara berkelanjutan. “Sebagai gambaran, nilai ekspor udang nasional Tahun 2011 mencapai 1.039 milyar US Dolar, angka yang cukup besar dalam memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Produksi udang juga  terus mengalami kenaikan. Tercatat,  produksi udang nasional tahun 2012 sebesar 415.703 ton atau meningkat 4% dari Tahun  2011. Tahun 2013 capian produksi udang nasional diproyeksikan sebesar 608.000 ton. Selain itu, merebaknya penyakit EMS (Early Mortality Syndrome) pada beberapa negara produsen udang di Asia seperti Thailand, Vietnam dan Malaysia menjadi peluang bagi Indonesia untuk mengisi kekosongan ketersediaan kebutuhan udang dunia, yaitu dengan menggenjot produksi dan meningkatkan daya saing produk udang nasional”, tambah Slamet.

Slamet menegaskan, tantangan besar terkait bisnis perudangan nasional adalah semakin ketatnya daya saing produk udang di perdagangan global. Untuk tetap dapat bertahan dan bersaing di pasar global, pengusaha udang harus meningkatkan daya saing produk udang nasional. Terutama dengan penguasaan teknologi budidaya seperti produksi udang unggul, penerapan budidaya sistem tertutup, teknologi bioflok serta perekayasaan teknologi. Program industrialisasi udang telah menjawab permasalahan itu dan memberikan harapan besar bagi tercapainya peningkatan produksi udang nasional. “Selain itu, yang juga perlu diperhatikan adalah menjaga budidaya udang dari serangan penyakit salah satunya dari EMS/AHPND,” ungkapnya.

EMS/AHPND dilaporkan mewabah pertama kali di China pada tahun 2009, selanjutnya penyakit ganas ini menyebar ke Vietnam pada awal 2010, kemudian meluas ke Malaysia pada tahun 2011dan Thailand pada tahun 2012 dan pada tahun 2013 ditengarai bahwa penyakit ini sudah sampai di Mexico. “Dampak yang diakibatkan oleh EMS/AHPND disampaikan oleh Global Aquaculture Alliance (GAA) memperkirakan Asia kehilangan USD 1 milyar dari hasil produksi budidaya udang akibat serangan AHPND. Demikianjuga Department of Animal Health (DAH) Viet Nam melaporkan AHPND menyerang area tambak udang dengan total luas sebesar 39.000 ha selama tahun 2010–2011; Department of Fisheries, Malaysia  memperkirakan kehilangan USD 0.1 milyar pada tahun 2011;  di Thailand, Charoen Pokphand Foods melaporkan bahwa pada triwulan I 2013, keuntungan menurun sebesar 70% dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnyasebagi akibat dari kurangnya pasokan udang akibat serangan penyakit EMS/AHPND. “Jadi kita harus tetap waspada terhadap penyakit ini. Pemerintah telah mengambil langka-langkah untuk mencegah masuknya penyakit ini ke Indonesia dengan membentuk tim khusus atau satuan tugas yang selalu memantau perkembangan penyakit ini secara global selain itu juga memberikan informasi dan pengetahuan kepada pemerintah daerah melalui sosialisasi yang telah dilakukan di 9 lokasi sentra budidaya udang seperti Kalimantan Barat, Lampung, Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Jawa Barat dan Banten, Bali danJawaTimur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan dan NTB,” tambah Slamet.

Prof. Lightner dari Universitas Arizona, memberikan materi terkait informasi terkini tentang penyakit EMS/AHPND yang tengah melanda beberapa Negara produsen udang di Asia. Penyakit ini diduga disebabkan oleh bakteri Vibrio parahaemolyticus yang mengakibatkan perubahan warna pada hepatopankreas (kuning/pucat) sehingga udang mengalami kematian pada saat umur 30 hari. Kematian akibat penyakit ini cukup besar karena mencapai 90 % dari jumlah benih yang ditebar.


Seminar ini juga dihadiri para pakar, praktisi dan pembudidaya udang dan juga perwakilan dari Unit Pelaksana Teknis lingkup DJPB yang membidangi budidaya air payau. Diharapkan dari seminar ini perudangan nasional tetap terjaga dari merebaknya penyakit EMS/AHPND dan tetap dapat mendukung program peningkatan produksi yang berkelanjutan.



sumber : KLIK DISINI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar