MANADO, KOMPAS - Kawasan terumbu karang menjadi sumber
energi dan pakan secara langsung maupun tidak langsung bagi kehidupan laut.
Pemulihan kondisi terumbu karang diprediksi mampu meningkatkan produktivitas
perikanan hingga lebih dari tiga kali lipat.
"Pelestarian terumbu karang sangat penting untuk menjaga kehidupan di laut. Coral Triangle Initiative-Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) ini merupakan upaya enam negara anggota dan negara pendukung lain dalam memulihkan kondisi terumbu karang,"kata Sharif Cicip Sutardjo, Menteri Kelautan dan Perikanan, Senin (11/2), di Manado
Sharif didampingi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono meninjau Kantor Sekretariat CTI-CFF dan Gedung Pusat Terumbu Karang di Manado yang dibangun dengan dana Rp 47 miliar dari APBN 2011 DAN 2012. Gedung ini dibangun atas inisiatif Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat Deklarasi CTI tahun 2009 di Manado.
Kantor Sekretariat CTI-CCF belum dapat digunakan karena menunggu setidaknya empat negara meratifikasi dokumen CTI. Saat ini, belum ada satu negarapun yang meratifikasi. Yang dilakukan baru penandatanganan dokumen pembentukan Sekretariat CTI-CFF oleh Indonesia, Malaysia, Timor Leste, dan Kepulauan Salomon. Kantor ini bisa disamakan dengan ASEAN, tetapi kerja sama atau programnya fokus terhadap terumbu karang.
Sharif mengatakan, pada prinsipnya, enam negara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Timor Leste, Kepulauan Solomon, dan Papua Nugini) sangat mendukung CTI-CFF yang awalnya bernama CTI. Salah satunya, dengan pembukaan rekening bank oleh enam negara anggota. Rekening ini untuk diisi "iuran" bagi operasional sekretariat dan pelaksanaan program CTI-CFF. Saat ini, baru Malyasiadan Timor Leste yang mengisi kas.
Selain enam negara tersebut, kata Sharif, negara maju, seperti Australia, Amerika Serikat, dan Selandia Baru, telah menyatakan komitmen dukungan. "Segitiga Terumbu Karang ini sangat penting bagi lingkungan dan masa depan. Banyak negara yang menyatakan dukungan,"katanya.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sudirman Saad mengatakan, pemulihan lingkungan bisa merehabilitasi dan meningkatkan produktivitas perikanan.
"Saat ini, produktivitas perikanan sekitar 25 ton per kilometer persegi. Kalau terumbu karang sehat, produktivitas bisa meningkat menjadi 80 ton per kilometer persegi,"ujarnya.
Ia mengatakan, Segitiga Terumbu Karang Dunia membentang seluas hampir 6 juta kilometer persegi di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Kawasan ini memiliki biodiversitas tinggi, lebih dari 500 spesies terumbu karang, 3.000 spesies ikan, dan hutan mangrove yang sangat luas.
Konteks Indonesia, Sudirmaan mengatakan, saat ini KKP memiliki 15,5 juta hektar. Pada tahun 2020, targetnya 20 juta hektar. Berdasarkan data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia tahun 2011, hanya 5,58 persen karang dalam kondisi sangat baik dan 26,95 persen kondisinya baik.
Sisanya 36,90 persen, dalam kondisi cukup dan 30,76 persen dalam kondisi kurang baik. Hal ini terjadi karena metode penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, seperti penggunaan bom, racun, ataupun dampak pembangunan/aktivitas manusia di daratan. (Sumber: KOMPAS Tanggal 12 Februari 2013 Hal.13 )
"Pelestarian terumbu karang sangat penting untuk menjaga kehidupan di laut. Coral Triangle Initiative-Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) ini merupakan upaya enam negara anggota dan negara pendukung lain dalam memulihkan kondisi terumbu karang,"kata Sharif Cicip Sutardjo, Menteri Kelautan dan Perikanan, Senin (11/2), di Manado
Sharif didampingi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono meninjau Kantor Sekretariat CTI-CFF dan Gedung Pusat Terumbu Karang di Manado yang dibangun dengan dana Rp 47 miliar dari APBN 2011 DAN 2012. Gedung ini dibangun atas inisiatif Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat Deklarasi CTI tahun 2009 di Manado.
Kantor Sekretariat CTI-CCF belum dapat digunakan karena menunggu setidaknya empat negara meratifikasi dokumen CTI. Saat ini, belum ada satu negarapun yang meratifikasi. Yang dilakukan baru penandatanganan dokumen pembentukan Sekretariat CTI-CFF oleh Indonesia, Malaysia, Timor Leste, dan Kepulauan Salomon. Kantor ini bisa disamakan dengan ASEAN, tetapi kerja sama atau programnya fokus terhadap terumbu karang.
Sharif mengatakan, pada prinsipnya, enam negara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Timor Leste, Kepulauan Solomon, dan Papua Nugini) sangat mendukung CTI-CFF yang awalnya bernama CTI. Salah satunya, dengan pembukaan rekening bank oleh enam negara anggota. Rekening ini untuk diisi "iuran" bagi operasional sekretariat dan pelaksanaan program CTI-CFF. Saat ini, baru Malyasiadan Timor Leste yang mengisi kas.
Selain enam negara tersebut, kata Sharif, negara maju, seperti Australia, Amerika Serikat, dan Selandia Baru, telah menyatakan komitmen dukungan. "Segitiga Terumbu Karang ini sangat penting bagi lingkungan dan masa depan. Banyak negara yang menyatakan dukungan,"katanya.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sudirman Saad mengatakan, pemulihan lingkungan bisa merehabilitasi dan meningkatkan produktivitas perikanan.
"Saat ini, produktivitas perikanan sekitar 25 ton per kilometer persegi. Kalau terumbu karang sehat, produktivitas bisa meningkat menjadi 80 ton per kilometer persegi,"ujarnya.
Ia mengatakan, Segitiga Terumbu Karang Dunia membentang seluas hampir 6 juta kilometer persegi di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Kawasan ini memiliki biodiversitas tinggi, lebih dari 500 spesies terumbu karang, 3.000 spesies ikan, dan hutan mangrove yang sangat luas.
Konteks Indonesia, Sudirmaan mengatakan, saat ini KKP memiliki 15,5 juta hektar. Pada tahun 2020, targetnya 20 juta hektar. Berdasarkan data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia tahun 2011, hanya 5,58 persen karang dalam kondisi sangat baik dan 26,95 persen kondisinya baik.
Sisanya 36,90 persen, dalam kondisi cukup dan 30,76 persen dalam kondisi kurang baik. Hal ini terjadi karena metode penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, seperti penggunaan bom, racun, ataupun dampak pembangunan/aktivitas manusia di daratan. (Sumber: KOMPAS Tanggal 12 Februari 2013 Hal.13 )
via pos : Klik Disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar