PENYAKIT yang ditularkan nyamuk masih terus
terjadi di wilayah Priangan, seperti di beritakan HU. Priangan dalam beberapa
edisi. Warga yang terkena penyakit Filariasi (Kaki Gajah) di Kab. Tasik
bertambah 3 orang. Semula, jumlah penderita ada 43 orang, namun saat ini
bertambah menjadi 46 orang (Priangan, 7/1/2010). Diduga akibat pemanasan
global, kawasan Desa Batulawang dan Desa Karyamukti Kota Banjar menjadi endemik
Chikungunya. Jumlah penderita penyakit tersebut sebanyak 49 orang (Priangan,
8/1/2010). Sejak dua bulan lalu, ratusan warga Kec. Kalipucang, Kab. Ciamis
diduga (suspect) menderita Chikungunya (Priangan, 8/1/2010).
Memasuki bulan Januari 2010, korban Chikungunya di wilayah Kec. Banjarsari
cenderung meningkat secara singnifikan (Priangan, 9/1/2010).
Kita tahu penyakit-penyakit tersebut, ternyata ditularkan
oleh nyamuk. Pada dasarnya penyebaran penyakit itu ditularkan melalui faktor host,
agent, danenvironment. Syaratnya ketiga komponen itu saling
mendukung. Terkait dengan penyakit ditularkan oleh nyamuk, yang menjadi host
(inang) adalah manusia dan nyamuk. Sebagai agentnya adalah parasit (malaria),
cacing filaria (kaki gajah), dan virus (DBD/chikungunya).
Agent tersebut hidup di dalam tubuh manusia dan nyamuk. Di
sini, manusia sendiri sebagai host intermediate (inang
sementara) dan nyamuk disebuthost definitive (inang tetap).
Sementara itu, faktor environment (lingkungan) adalah
lingkungan di mana manusia dan nyamuk itu berada. Nyamuk ini dapat
berkembangbiak dengan baik, bila lingkungannya sesuai dengan keadaan yang
dibutuhkan nyamuk.
Kita tahu, memasuki musim hujan banyak air tergenang.
Misalnya, kolam yang terbengkalai dapat ditumbuhi oleh tanaman air, selanjutnya
akan menjadi sarang jentik nyamuk untuk berkembangbiak. Dengan mengenal
hubungan faktor yang berperan dalam penyebaran penyakit yang ditularkan oleh
nyamuk tersebut, maka setidaknya kita dapat melakukan usaha pemutusan rantai
penularnya secara lebih terarah. Pemutusan rantai penularan penyakit akibat
nyamuk ini melalui tiga langkah.
Pertama, menyembuhkan orang yang diketahui positif
terhadap penularan. Bila tidak ada orang yang sakit, maka tidak mungkin terjadi
penularan penyakit walaupun terdapat vektor (nyamuk) penularnya. Kedua,
menghilangkan atau membunuh vektor nyamuk penular. Sebab, bila tidak ada
vektor, maka tidak mungkin terjadi penularan di daerah tersebut walaupun
terdapat orang sakit. Ketiga, menghilangkan tempat-tempat
perindukan nyamuk. Bila tidak ada tempat perindukan, maka nyamuk tidak bisa
berkembangbiak sehingga nyamuk itu akan hilang atau berkurang kepadatannya.
Terkait pemberantasan nyamuk pada tempat perindukan, kita
dapat membunuh jentik-jentik nyamuk dengan memanfaatkan budidaya ikan, salah
satunya adalah dengan menggunakan ikan nila (Oreochromis niloticus) dan
mujair (Oreochromis mossambicus). Mengapa?
Keistimewaan Nila dan Mujair
Ada beberapa alasan mengapa ikan nila dan mujair ini
memiliki prospek yang positif dalam program pengendalian nyamuk (Anopheles dan Culex)
di Indonesia. Yakni ikan-ikan tersebut dapat hidup di air tawar, payau, dan
bahkan air laut. Bahkan, berbagai spesies nila mempunyai kemampuan memakan
jentik nyamuk yang cukup tinggi, seperti kemampuan nila merah dalam
mengendalikan populasi jentik nyamuk Anopheles di Sihepeng
Tapanuli Selatan (Sugeng; 2003), serta ikan nila merah dan
mujair di tambak udang Desa Sukaresik Kec. Pangandaran Kab. Ciamis (Depkes
RI; 2002).
Apalagi menurut Lovell (1989), ikan nila dan mujair ini
memiliki kebiasaan makan yang terus menerus. Jenis makanan yang disukai adalah plankton,fitoplankton (organisme
pemakan tanaman yang melayang-layang di permukaan air), dan zooplankton (jasad
renik).
Keistimewaan lain dari ikan nila dan mujair adalah memiliki
tingkat pertumbuhan dan fekunditas (tingkat kesuburan untuk
menghasilkan sejumlah telur) lebih tinggi, memiliki daya tahan tubuh yang lebih
baik, memungkinkan lebih toleran terhadap kisaran nilai salinitas (kadar
garam) air yang tinggi, lebih tahan terhadap serangan penyakit, memiliki risiko
kematian sangat kecil, belum terjangkit virus, dan harganya relatif terjangkau.
Ikan nila telah dipakai sebagai agen pengendalian jentik
nyamuk vektor malaria di Cina, Somalia, dan Ethopia. Ternyata ikan tersebut
dapat menurunkan populasi nyamuk terutama vektor malaria yang mempunyai tempat
perindukan yang terbatas seperti kolam ikan dan reservoir air. Di daerah pantai
Guangxi yang ada di Cina, terutama pada daerah perkampungan nelayan itu,
penanggulangan nyamuk dengan menggunakan ikan pemakan jentik berhasil dengan
baik, sebab rata-rata yang dijadikan tempat perindukan nyamuk adalah berupa
penampungan air rumah tangga.
Sementara itu, di Somalia jenis ikan nila ini digunakan
secara nasional untuk pengendalian nyamuk malaria di tempat perindukan.
Sedangkan masyarakat Ethiopia memiliki kebiasaan memasukkan ikan di dalam
tempat penampungan air yang disebut dengan brika, sehingga
berdampak pada tidak ditemukan jentik nyamuk dan larva hewan lainnya (Sudomo,
dkk; 1998).
Untuk konteks Indonesia sendiri, telah dilakukan penelitian
di Sihepang Tapanuli Selatan dan Desa Sukaresik Kec. Pangandaran Kab. Ciamis
Jawa Barat, hasilnya membuktikan bahwa ikan nila dan mujair dapat menurunkan
populasi larva Anopheles. Hal ini disebabkan karena media biaknya
telah dikonsumsi ikan, tidak adanya jasad renik dan tanaman air akan
menghalangi kehadiran jentik nyamuk. Dari sini, tentu akan berdampak positif
terhadap semakin kecilnya kemungkinan terjadi kontak gigitan nyamuk dewasa
dengan manusia, sehingga diharapkan dapat menekan kejadian penularan malaria.
Lebih jauh, manfaat ikan (nila dan mujair) ini, selain
sebagai pengendali hayati terhadap jentik nyamuk, juga melalui budidaya ikan
ini dapat meningkatkan pendapatan pengelola tambak. Sebab, usaha budidaya ikan
ini jelas-jelas mempunyai nilai ekonomi. Misalnya, memberikan tambahan
penghasilan bagi penduduk setempat dalam menggunakan pakan, apalagi ikan ini
bersifat omnivora (pemakan hewan dan tumbuhan), dan mempunyai
kemampuan memakan yang cukup tinggi. Sehingga tidak aneh dikalangan para
peternak ikan ada ungkapan, “Sekali dikembangkan pada tempat yang cocok,
populasinya akan berkembang sendiri secara terus menerus, biaya pemeliharaan
relatif murah, tidak mencemari lingkungan, dan dapat dibudidayakan pada
rawa-rawa yang memiliki banyak tanaman air.”
Akhirnya, melalui pemanfaatan tempat perindukan nyamuk
sebagai lahan budidaya ikan (nila dan mujair), maka dampaknya ikan menjadi
kenyang, sementara jentik nyamuk hilang, sehingga nyamuk dewasanya menjadi
berkurang kepadatannya dan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk pun jadi
berkurang.
Penulis, pemerhati masalah
lingkungan dan pendiri Majelis Inspirasi Al-Quran & Realitas Alam (MIQRA)
Indonesia,
SUMBER : CEK DIMARI
SUMBER : CEK DIMARI
thank nice infonya sangat membantu, silahkan kunjungi balik website kami http://bit.ly/2QMOMxw
BalasHapusMhantap..
BalasHapus