1.
Ekologi
dan Fisiologi chlorella
Chlorella dapat hidup di air yang menggenang dengan
sumber makanan yang cukup, chlorella ini adalah sebagai pakan alami ikan yang
sangat baik bagi kelangsungan pertumbuhan ikan.
Chlorella bersifat kosmopolit yang dapat tumbuh dimana-mana,
kecuali pada tempat yang sangat kritis bagi kehidupan. Alga ini dapat tumbuh
pada salinitas 0-35 ppt. salinitas 10-20 ppt merupakan salinitas optimum untuk
pertumbuhan alga ini. Alga ini masih dapat bertahan hidup pada suhu 400C,
tetapi tidak tumbuh. Kisaran suhu 25-300C merupakan kisaran suhu
yang optimal.
Alga ini berproduksi secara aseksual dengan pembelahan sel,
tetapi juga dapat dengan pemisahana utospora dari sel induknya. Reproduksi sel
ini diawali dengan pertumbuhan sel yang membesar. Periode selanjutnya adalah
terjadinya peningkatan aktivitas sintesa sebagai bagian dari persiapan
pembentukan sel anak, yang merupakan tingkat pemasakan awal. Tahap selanjutnya
terbentuk sel induk muda yang merupakan tingkat pemasakan akhir, yang akan
disusul dengan pelepasan sel anak.
2.
Reproduksi
Chlorella
Chlorella ini
dapat berkembangbiak dengan membelah sel, Selnya bereproduksi dengan membentuk
dua sampai delapan sel anak di dalam sel induk yang akan dilepaskan dengan
melihat kondisi lingkungan salinitas 0-35 ppt dan yang optimal pada 10-20 ppt,
kisaran suhu optimal 25-30°C dan maksimum pada 40 ° C.
3.
PRINSIP KULTUR Chlorella
sp
Salah
satu contoh phytoplankton adalah Chlorella sp. Chlorella sp merupakan mikro
alga sehingga dalam dunia pembenihan sering hanya disebut alga. Kultur
Chlorella sp murni atau monospesifik species dimulai dari kegiatan isolasi
kemudian dikembangkan secara sedikit demi sedikit secara bertingkat. Media kultur
yang digunakan mula-mula hanya beberapa liter saja, kemudian berangsur-angsur
meningkat ke volume yang lebih besar hingga mencapai skala massal. Kultur
hingga volume 3 liter masih dilakukan didalam laboratorium sehingga sering
disebut dengan kultur skala laboratorium. Selanjutnya dilakukan kultur aut-door
yang dapat mencapai volume 60-100 liter yang merupakan tahapan kultur
selanjutnya. Karena kultur ini menggunakan proses yang bertingkat-tingkat dari
volume kecil ke volume yang lebih besar, maka prinsip kultur ini disebut dengan
kultur bertingkat atau berlanjut.
Pertumbuhan
Chlorella sp sangat erat kaitannya dengan ketersediaan hara makro dan mikro
serta dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Factor-faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan Chlorella sp antara lain cahaya, suhu, tekanan
osmotic, dan pH air.
Kultur
Cholorella sp skala laboratorium biasanya memerlukan kondisi lingkungan
terkendali. Hal ini dimaksudkan agar pertumbuhannya optimal sehingga didapatkan
bibit yang bermutu tinggi untuk skala kultur selanjutnya.
1.
STERILISASI
·
METODE
STERILISASI
Pada
dasarnya persiapan untuk kultur berbagai jenis phytoplankton adalah sama,
misalnya pada kultur Chlorella sp, yaitu sterilisasi alat dan bahan yang
bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan. Ada lima metode
sterilisasi, yakni:
a.
Sterilisasi
Basah
Metode
ini dilakukan dengan cara perebusan. Botol-botol kultur dan peralatan lain yang
akan digunakan direbus dengan air hingga mendidih selama 2 jam. Air yang akan
digunakan untuk kultur juga dapat disterilkan dengan cara ini.
b.
Sterilisasi
dengan Autoclave dan Oven
Sterilisasi
dengan autoclave pada dasarnya menggunakan uap air panas bertekanan, sedangkan
sterilisasi menggunakan oven menggunakan udara panas. Sterilisasi model ini umumnya
digunakan untuk mensterilkan alat-alat dan botol kultur yang terbuat dari
gelas.
c. Sterilisasi
dengan Penyaringan
Metode
ini dilakukan untuk cairan/larutan yang tidak tahan terhadap suhu tinggi,
misalnya vitamin, sehingga dilakukan penyaringan dengan sebuah saringan yang
steril.
d. Sterilisasi
dengan Sinar Ultra Violet
Sinar
UV dengan panjang gelombang 2000-3000 A dapat membunuh mikroorganisme dengan
cara menghancurkan struktur proteinnya. Metode ini banyak digunakan untk
mensterilkan ruang kerja dan air.
e. Sterilisasi
Kimia
Bahan-bahan
yang biasa digunakan untuk sterilisasi ini adalah HCL, HgCl2,
Alkohol, Formalin, Phenol, Chlorin, dan sebagainya.
·
CARA
STERILISASI
a. Sterilisasi Peralatan yang digunakan
untuk isolasi Phytoplankton
Sterilisasi
peralatan yang akan digunakan untuk isolasi dapat menggunakan autoclave dengan
suhu 1210C dan tekanan 1 kg/cm3 atau menggunakan
oven pada suhu sekitar 1050C.
Mula-mula
peralatan isolasi yang terdiri atas tabung reaksi, cawan petri, pipet ukur, dan
lain-lain dicuci dengan air tawar dan detergen yang kemudian diletakkan di rak
dan ditunggu hingga kering. Setelah kering, cawan petri dan pipet ukr dibungkus
dengan kertas krap, sedangkan tabung reaksi ditutp dengan karet penutup,
terutama apabila sterilisasinya menggunakan autoclave. Tetapi apabila
menggunakan oven, peralatan tidak perlu dibungkus kertas, cukup dimasukkan
kedalam tabung stainless, kemudian ditutup rapat dan dislotip dengan slotip
tahan panas. Peralatan tersebut disusun dalam autoclave kemudian ditutup rapat.
Sterilisasi dengan autoclave berjalan 15 menit pada suhu 1210C
dengan tekanan 1 kg/cm3. Sedangkan menggunakan oven berjalan 5 jam
pada suhu 1050C.
b. Sterilisasi
Media Kultur
Sterilisasi
media kultur dapat dilakukan dengan autoclave. Media yang akan disterilisasi
mula-mula dimasukkan kedalam botol atau erlenmayer bersih. Selanjutnya botol
atau erlenmayer tersebut ditutup dengan kapas atau gabus, dan diatasnya ditutup
kembali dengan aluminium foil dan diikat dengan slotip. Selanjutnya botol atau
erlenmayer yang telah berisi media tersebut disusun rapi dalam autoclave dan
siap untuk disterilisasi.
c. Sterilisasi
Alat
Alat-alat
yang cukup besar sehingga tidak dapat masuk kedalam autoclave atau oven, dapat
disterilkan dengan cara kimia, misalnya dengan HCl atau chlorine. Peralatan
kultur yang sudah dicuci bersih direndam dengan HCl 10% selama 2 hari, kemudian
dibilas dengan air tawar. Selain itu dapat dengan merendam peralatan pada
larutan chlorine 150 mg/l selama 12-24 jam, kemudian dinetralisir dengan 40-50
mg/l Na-Thiosulfat dan dibilas dengan air tawar hingga bau chlorine hilang
d. Sterilisasi
Media tidak Tahan Panas
Media
pengkaya yang tidak tahan panas, misalnya vitamin, disterilisasi dengan
penyaringan. Saringan yang digunakan 2,5-3 mikron. Media tersebut selanjutnya
ditempatkan dalam wadah yang steril dan ditutup rapat dengan aluminium foil.
e. Sterilisasi
pada Kultur semi Out-door dan Out-door/missal
Untuk
kultur missal sterilisasi alat dan bahan dilakukan dengan cara chlorinisasi
karena cara ini lebih cepat, ekonomis, dan secara tekhnis mudah dilaksanakan.
Cara chlorinisasi tersebut adalah sebagai berikut: bak dicuci bersih dengan
menggunakan sabun/detergen lalu disterilkan dengan larutan Na-Thiosulfat 40-50
mg/l. Terakhir bak dibilas dengan air tawar sampai bersih dan bau chlorine
hilang.
Air
sebagai media kultur juga dapat disterilkan dengan menggunakan chlorine. Air
laut yang akan digunakan sebelumnya disaring, lalu disterilkan dengan chlorine
60 mg/l selama minimal 1 jam dan dinetralisir dengan larutan Na-Thiosulfat 20
mg/l untuk menghilangkan sisa-sisa chlorine dalam air laut hingga bau chlorine
hilang. Air yang telah steril disimpan dalam bak yang tidak tembus sinar dan
ditutup dengan penutup tidak tembus sinar untuk mencegah pertumbuhan lumut atau
phytoplankton lain yang tidak dikehendaki.
2.
Budidaya
Chlorella
Chlorella dapat dibudidayakan dengan menyiapkan wadah
budidaya yang terbuat dari bak plastik, bak semen, dan tempat – tempat yang memungkinkan
chlorella dapat tumbuh
Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam
kultur Chlorella sp, yaitu
koleksi dan isolasi.
·
Koleksi
Koleksi
bertujuan untuk mendapatkan species Chlorella sp dari alam untuk dikultur secara murni.
Pengambilannya dialam dapat menggunakan plankton net. Chlorella
sp yang diperoleh
dapat dikembangkan dengan menggunakan pupuk
·
Isolasi
Ada beberapa metode untuk mengisolasi
phytoplankton, khusus untk fitoplankton jenis Chlorella sp menggunakan metode
isolasi goresan. Metode ini sangat baik digunakan untuk mengisolasi
phytoplankton sel tunggal seperti Chlorella sp.
Metode
ini menggunakan media agar-agar. Agar-agar sebanyak 1,5% dicampur dengan air
laut pada salinitas tertentu, kemudian dipanaskan hingga mendidih dan larut
sempurna berwarna kuning jernih.
Selama proses pemanasan harus diaduk
terus menerus untuk mencegah terjadinya kerak atau penggumpalan. Setelah
pemanasan selesai, larutan agar-agar tersebut kemudia diangkat dan ditunggu
sampai agak dingin baru dilakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk Allen
Miquel (untuk sekala laboratorium) dengan komposisi KNO3 20,2 gr, Akuades 100
gr, sedangkan untuk skala massal ukuran 1-4 ton digunakan pupuk teknis yang
terdiri dari: KNO3 100 gr/ton, FeCl3 3 gr/ton, dan NaH2PO4. 10 H2O 10 gr/ton
dan sesuai dosis yang diinginkan.
Larutan agar-agar yang telah dipupuk
disterilisasi dengan autoclave (121 0C, 15 menit) atau pengukusan sekitar 30
menit. Bahan-bahan pengkaya yang tidak tahan panas harus disterilkan secara
terpisah. Angkat dan biarkan agak dingin, sekitar 50 0C. Selanjutnya dituangkan
kedalam cawan petri yang sudah steril dengan tebal kurang lebih 3 mm atau
kedalam tabung reaksi yang sudah steril dalam posisi miring. Agar miring pada
tabung reaksi tersebut biasa digunakan untuk penyimpanan isolat. Selanjutnya
dituang hingga membeku.
Setelah media agar membeku, kemudian
ditulari bibit Chlorella sp yang berasal dari air sampel dengan cara goresan
menggunakan ose yang telah dibakar dengan pembakar spritus. Bibit digoreskan
dalam media agar-agar pada cawan petri dengan pola zig-zag. Untuk mencegah
kontaminasi oleh mikroorganisme lain maka cawan petri ditutup atau disegel
dengan isolasi.
Untuk penumbuhan, cawan petri atau
tabung reaksi tersbeut diletakkan pada rak kultur serta disinari dengan dua
buah lampu TL 40 watt secara terus menerus. Cawan petri diletakkan dalam posisi
terbalik. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya proses pengeringan
akibat penyinaran dengan lampu TL secara terus menerus atau terjadinya
penetesan embun dari bagian tutup cawan petri ke media agar-agar.
Setelah beberapa hari inokulum akan
tampak tumbuh pada goresan media agar-agar, tetapi masih dicampur dengan
phytoplankton jenis lain, kemudia dilakukan penggoresan berulang-ulang pada
media agar-agar yang sama sampai diperoleh bibit yang benar-benar murni.
Isolate yang diinkubasi dalam ruangan ber AC untuk menjaga kestabilan suhu
25-27 0C. isolate juga dapat dipindah kecawan petri yang lain atau pada agar
miring dalam tabung reaksi apabila diperlukan.
Hasil kultur murni dari media agar-agar dikembangkan pada media cair dalam
tabung reaksi dengan volume media kultur 10 ml. bibit diambil dengan jarum ose
yang steril kemudia dipindah ke tabung rekasi decara aseptis. Sebelumnya
Chlorella sp yang tumbuh pada permukaan agar-agar diperiksa lebih dahulu dengan
cara memindahkan phytoplankton pada gelas objek yang telah diberi media kultur
1 tetes. Selanjutnya dilakukan pengamatan dibawah mikroskop. Apabila
phytoplankton yang diamati sesuai dengan keinginan kemudian dilakukan inokulasi
pada tabung reaksi yang berisi air laut yang telah diperkaya oleh unsure hara
dan ditumbuhkan. Larutan diaduk dengan cara dikocok sesering mungkin selama
masa kultur. Apabila bibit pada tabung reaksi tersebut telah tumbuh dengan
baik, maka phytoplankton tersebut (Chlorella sp) dapat dikembangkan kedalam
botol-botol kultur yang lebih besar.
1.
PERTUMBUHAN
PLANKTON (Chlorella sp)
Pertumbuhan phytoplankton dalam kultur
dapat ditandai dengan bertambah besarnya ukuran sel atau bertambah banyaknya
jumlah sel. Hingga saat ini kepadatan sel digunakan secara luas untuk
mengetahui pertumbuhan phytoplankton dalam kultur pakan alami. Ada empat fase
pertumbuhan, yaitu:
1. Fase
Istirahat
Sesaat setelah penambahan
inokulum kedalam media kultur, populasi tidak mengalami perubahan.
Ukuran sel pada saat ini pada umumnya meningkat. Secara fisiologis
phytoplankton sangat aktif dan terjadi proses sintesis protein baru. Organism
mengalami metabolism, tetapi belum terjadi pembelahan sel sehingga kepadatan
sel belum meningkat.
2. Fase
Logaritmik/Eksponsial
Fase ini diawali oleh pembelahan sel
dengan laju pertumbuhan tetap. Pada kondisi kultur yang optimum, laju
pertumbuhan pada fase ini mencapai maksimal.
3. Fase
Stasioner
Pada fase ini, pertumbuhan mulai
mengalami penurunan dibandingkan dengan fase logaritmik. Pada fase ini laju
reproduksi sama dengan laju kematian. Dengan demikian penambahan dan
pengurangan jumlah phytoplankton relative sama ata seimbang sehingga kepadatan
phytoplankton tetap.
4. Fase
Kematian
Pada fase ini laju kematian lebih
cepat daripada laju reproduksi. Jumlah sel menurun secara geometric. Penurunan
kepadatan phytoplankton ditandai dengan perubahan kondisi optimum yang
dipengaruhi temperature, cahaya, pH air, jumlah hara yang ada, dan beberapa
kondisi lingkungan yang lain.
2.
PENGHITUNGAN
KEPADATAN PHYTOLANKTON (Chlorella sp)
Penghitungan
kepadatan plankton digunakan sebagai salah atu ukuran mengetahui pertumbuhan
phytoplankton, mengetahui kepadatan bibit, kepadatan pada awal kultur, dan
kepadatan pada saat panen. Kepadatan phytoplankton dapat dihitung dengan
menggunakan Hemacytometer.
Hemacytometer
banyak digunakan untuk menghitung sel-sel darah. Untuk dapat mempergunakan
alat-alat ini perlu alat yang lain yaitu mikroskop dan pipet tetes. Untuk
memudahkan penghitungan phytoplankton yang diamati biasanya menggunakan alat
bantu hand counter.
Hemacytometer
merupakan suatu alat yang terbuat dari gelas yang dibagi menjadi kotak-kotak
pada dua tempat bidang pandang. Kotak tersebut berbentuk bujur sangkar dengan
sisi 1 mm, sehingga apabila ditutup dengan gelas penutup volume ruangan yang
terdapat diatas bidang bergaris adalah 0,1 mm atau 10-4 ml. Kotak bujur sangkar
yang mempunyai sisi 1 mm tersebut dibagi lagi menjadi 25 buah kotak bujur
sangkar, yang masing-masing dibagi lagi menjadi 16 kotak bujur sangkar kecil.
Cara
penghitungan kepadatan phytoplankton dengan Hemacytometer adalah sebagai
berikut: Hemacytometer dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu dengan
tissue. Kemudian gelas penutupnya dipasang. Phytoplankton yang akan dihitung
kepadatannya diteteskan dengan menggunakan pipet tetes pada bagian parit yang
melintang hingga penuh. Penetesan harus hati-hati agar tidak terjadi gelembung
udara dibawah gelas penutup. Selanjutnya Hemacytometer tersebut diamati dibawah
mikroskop dengan pembesaran 100 atau 400 kali dan dicari bidang yang
berkotak-kotak. Untuk mengetahui kepadatan phytoplankton dengan cara menghitung
phytoplankton yang terdapat pada kotak bujur sangkar yang mempunyai sisi 1 mm.
apabila jumlah phytoplankton yang didapat adalah N, maka kepadatan
phytoplankton adalah N x 104 sel/ml.
3.
PEMANENAN
Berdasarkan
pola pertumbuhan phytoplankton, maka pemanenan phytoplankton harus dilakukan
pada saat yang tepay yaitu pada saat phytoplankton tersebut mencapai puncak
populasi. Apabila pemanenan phytoplankton terlal cepat atau belum mencapai
puncak populasi, sisa zat hara masih cukup besar sehingga dapat membahayakan
organism pemangsa karena pemberian phytoplankton pada bak larva kebanyakan
dengan cara memindahkan massa air kultur phytoplankton. Sedangkan apabila
pemanenan terlambat maka sudah banyak terjadi kematian phytoplankton sehingga
kualitasnya turun. Khusus untuk phytoplankton jenis Chlorella sp pemanenan
dilakukan pada saat 4 hari karena phytoplankton tersebut mencapai puncak
populasi pada saat hari ke 4 setelah pembibitan maka sebaiknya segera dipanen.
Pemanenan
phytoplankton dapat dilakukan dengan berbagai macam alat sesuai dengan
kebutuhan dan jumlah phytoplankton. Adapun peralatannya antara lain :
centrifuge, plate separator, dan berbagai macam filter. Pemanenan dapat
dilakukan secara total atau sebagian. Apabila panen dilakukan sebagian,
phytoplankton yang telah siap dipanen diambil sebanyak 2/3 bagian. Kemudian
kedalam sisa phytoplankton yang 1/3 bagian tersebut ditambahkan air laut dengan
salinitas tertentu (10-20 ppt). selanjutnya dilakukan pemupukan sekitar ½
dosis. Panen sebagian ini sebaiknya dilakukan tidak lebih dari tiga kali pada
bak budidaya yang sama, setelah itu harus dilakukan panen total.
4.
PASCA
PANEN
Chlorella sp yang telah dipanen
memiliki banyak peranan yang sangat penting, baik sebagai pakan alami larva
terutama larva ikan kakap putih, ikan kakap merah, dan ikan kerapu, juga
sebagai green water pada pemeliharaan berbagai jenis larva.
Hasil pemanenan dapat disimpan dalam bentuk kering
didapat dari hasil penjemuran phytoplankton konsentrat dibawah sinar
matahari.penjemuran dilakukan dalam kotak penjemuran bertenaga surya yang dapat
menghasilkan udara panas dengan suhu sekitar 70 0C. Dengan suhu
ini komposisi gizi phytoplankton terutama protein tidak rusak. Chlorella
sp yang kering yang didapat disimpan dalam botol-botol yang tertutup
rapat. Pengeringan juga dapat dilakukan dengan menggunakan oven. Phytoplankton
freeze (beku) didapat dari hasil penyimpanan phytoplankton yang telah
dipadatkan didalam freezer.
Editor :