Kamis, 21 Februari 2013

JALUR PENANGKAPAN


Pukat Apung (Long Bag Seine Net) adalah alat tangkap jaring kantong yang terdiri dari 2 (Dua) jenis yaitu :
1. Pukat Apung Biasa
2. Pukat Apung Teri

Perbedaan nama ini berdasarkan tujuan penangkapan. Dilihat dari dasar kapal dan perlengkapan pendukung telah mempunyai perbedaan yang muncul. Daerah operasional pukat apung (Long Bag Seine Net) pada umumnya diperairan sebelah barat sumatera (pantai timur selat malaka) dengan komoditi ikanMESOPELAGIS dan umumnya dijalur I. yang mana ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.02/MEN/2011Sesuai dengan lampiran : Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor : Per/02/Men/2011 tentang jalur penangkapan Ikan dan Penempatan alat penangkapan ikan dari alat bantu penangkapan ikan di wilayah penangkapan perikanan (WPP) Negara Republik Indonesia.

dan disusul dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor : 08/MEN/2011 Tentang perubahan atas peraturan Menteri Kalauran dan PErikanan Nomor : 02/MEN/2011 tentang jalur penangkapan ikan dan penempatan ikan dan alat bantu penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perairan (WPP) Negara Republik Indonesia yang ditetapkan dan diundagkan pada tanggal 11 maret 2011 pasal 36 yaitu Peraturan Menteri Ini berlaku pada tanggal 1 februari 2012 dengan wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 571 pada jalur IB (2-4 Mil).

Sebelum adanya Per.02/MEN/2011 dan Per.08/MEN/2011, Kapal Pukat Apung (Long Bag Seine Net) masih berpedoman kepada keputusan menteri pertanian Nomor ? 392/KPTS/IK.120/I/99 Tentang jalur penangkapan ikan dan pasal 2 menyatakan dengan wilayhah perikanan republik Indonesia dibagi menjadi 3 (tiga) jalur penangkapan ikan yaitu :

1. Jalur Penangkapan Ikan I
2. Jalur penangkapan Ikan II
3. Jalur Penangkapan Ikan III

Dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 392/KPTS/IK.120I/99, Kapal Pukat Apung (Long Bag Seine Net) berada di jalur II (dua) 3 Mil Luat sampai 6 (enam)mil laut, sesuai dengan Pasal 3 poin 4 huruf b poin 1,2,3,4.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 392/KPTS/IK.120/I/99 dan PER.02/MEN/2011 Tentang Jalur Penangkapan Khususnya Tentang Pukat Apung (Long Bag Seine Net) kami kira lemah yang mana dapat merugikan nelayan dan pengusaha, maka dengan demikian kami menghimbau kepada Menteri Kelautan dan Perikanan untuk membuat suatu peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan khususnya tentang Kapal Pukat Apung (Long Bag Seine Net)  Tentang Jalur penangkapan di Jalur IB (2 - 4 Mil) dan dan jalur 2 ( 4-12 Mil), mengingat Kapal PUkat Apung ini terbagi 2 dua yaitu :

1. Pukat Apung Biasa (seharusnya berada di jalur II (4-12Mil)
2. Pukat Apung Teri  (Sudah sesuai dengan PER.02/MEN/2011)

----------------------------------------------------------------------------------------


 Jalur Penangkapan Ikan di WPP-NRI terdiri dari:
a.       Jalur penangkapan ikan I.
b.      Jalur penangkapan ikan II.
c.       Jalur penangkapan ikan III.

A.  Jalur Penangkapan Ikan I  terdiri dari:
1.        Jalur penangkapan ikan IA, meliputi perairan pantai sampai dengan 2 (dua) mil laut yang diukur dari permukaan air laut pada surut terendah.
2.        Jalur penangkapan ikan IB, meliputi perairan pantai di luar 2 (dua) mil laut sampai dengan 4 (empat) mil laut.

B.  Jalur Penangkapan Ikan II meliputi perairan di luar jalur penangkapan ikan I sampai dengan 12 (dua belas) mil laut diukur dari permukaan air laut pada surut terendah.

C.   Jalur Penangkapan Ikan III smeliputi ZEEI dan perairan di luar jalur penangkapan ikan II.
1.        Jalur penangkapan ikan di WPP-NRI ditetapkan berdasarkan karakteristik kedalaman perairan.
2.        Karakteristik kedalaman perairan dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:

a)      Perairan dangkal (d 200 meter) yang terdiri dari:
·                     WPP-NRI 571, yang meliputi Perairan Selat Malaka dan Laut Andaman;
·                     WPP-NRI 711, yang meliputi Perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Cina Selatan;
·                     WPP-NRI 712, yang meliputi Perairan Laut Jawa;
·                     WPP-NRI 713, yang meliputi Perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali; dan
·                     WPP-NRI 718, yang meliputi Perairan Laut Aru, Laut Arafura, dan Laut Timor Bagian Timur.

b)      Perairan dalam (> 200 meter) yang terdiri dari:
·                     WPP-NRI 572, yang meliputi Perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda;
·                     WPP-NRI 573, yang meliputi Perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa sampai dengan sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor Bagian Barat;
·                     WPP-NRI 714, yang meliputi Perairan Teluk Tolo dan Laut Banda;
·                     WPP-NRI 715, yang meliputi Perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau;
·                     WPP-NRI 716, yang meliputi Perairan Laut Sulawesi dan Sebelah Utara Pulau Halmahera; dan
·                     WPP-NRI 717, yang meliputi Perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik.


Tim pengkajian Lapangan ANPPATI
(ASOSIASI NELAYAN PENGUSAHA PUKAT APUNG TRADISIONAL INDONESIA)
DI-
Tanjungbalai


sumber : cek dimari

editor :  http://shampankbie.blogspot.com/
readmore »»  

Rabu, 20 Februari 2013

Membangun Kelautan dan Perikanan dengan 6 Kebijakan



Enam agenda besar dalam membangun kelautan dan perikanan yang telah dikemukakan pada tulisan sebelumnya (Samudra, edisi Juli 2004) harus dikongkritkan melalui enam kebijakan. Kebijakan pertama adalah melakukan perbaikan fungsi intermediasi perbankan dan lembaga keuangan nonbank, terutama bagi rakyat kecil.

Implementasi kebijakan ini dapat dilakukan dengan menurunkan tingkat suku bunga komersial. Suku bunga yang dapat memancing gairah sektor riil maksimal empat persen lebih tinggi dari suku bunga deposito atau sekitar 14 persen.
Pemerintah dapat pula mendesain kredit program dengan suku bunga yang lebih murah dan persyaratan pinjaman yang lunak bagi usaha ekonomi rakyat kecil, terutama bagi sektor pertanian, kelautan dan perikanan, serta UKM lainnya. Banyak pihak yang masih menganggap bahwa risiko usaha pada sektor riil, terutama di sektor kelautan dan perikanan sangat tinggi. Hal inilah yang  menyebabkan perbankan belum berani menyalurkan kreditnya. Ditambah lagi dengan telah independennya Bank Indonesia semakin sulit bagi pemerintah untuk mendesain kredit program dengan tingkat bunga yang disubsidi.

Namun, menarik bila kita mempelajari sukses Thailand dalam memulihkan perekonomiannya. Salah satu strateginya adalah keberanian pemerintah Thailand meminta lembaga perbankannya untuk menyalurkan pinjaman ke Village Development Fund (VDF) yang kemudian diserahkan kepada sektor UKM dan masyarakat tani dan nelayan.

Artinya, pemerintah yakin bahwa dengan pinjaman yang diberikan lembaga perbankan kepada sektor produktif yang berbasis masyarakat. Hal ini sekaligus akan memberikan multiplier effects berupa penciptaan lapangan kerja, peningkatan ekspor, dan pengentasan kemiskinan di pedesaan.

Terbukti dengan keberanian dan kebijakan yang pro UKM ini, ekonomi Thailand tumbuh pesat dengan tetap memiliki fundamental ekonomi yang kuat. Oleh karena itu, saatnya bagi pemerintah Indonesia untuk mengikuti langkah Thailand ini, apalagi kini stabilitas makro telah berhasil diciptakan.

Infrastruktur Pembangunan

Kebijakan kedua, memperbaiki dan mengembangkan infrastruktur pembangunan. Di beberapa wilayah Indonesia, seperti Jawa, infrastruktur berupa jaringan jalan, perhubungan laut, listrik air bersih, dan telekomunikasi, relatif lebih baik dibandingkan wilayah lain.

Perbaikan infrastruktur saat ini harus difokuskan untuk kawasan timur Indonesia (KTI) wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, serta kawasan perdesaan. Pembangunan ini harus mengedepankan prinsip keberimbangan regional sehingga mampu mernpersempit disparitas antara kawasan barat Indonesia (KBI) dengan KTI atau antara Jawa dan luar Jawa.

Biaya transportasi merupakan salah satu variabel penting dalam penentuan harga. Tersedianya jalur transportasi yang mampu menjangkau wilayah terpencil akan membuka akses terhadap pasar.

Investor akan tergerak untuk menanarnkan modalnya karena mereka tinggal berinvestasi untuk membangun pabrik atau pengolahan sumber daya alam seperti kelautan dan perikanan, tanpa perlu lagi membangun infrastruktur lain yang menyedot anggaran. Pembangunan infrastruktur merupakan cost atau investasi yang harus dikeluarkan pemerintah untuk menggerakkan pembangunan.

Di sisi lain, revitalisasi ini tidak terlepas dari mantapnya penerapan kebijakan ketiga yaitu perbaikan kondisi ketenagakerjaan. Pemerintah, pengusaha, dan buruh harus mampu menciptakan harmonisasi hubungan antara pekerja dan perusahaan sehingga bersifat saling menguntungkan (win-win cooperation) dan saling memperkuat (strengthening to each other). Lewat kebijakan ketenagakerjaan harus pula didorong upaya peningkatan kualitas dan etos kerja sehingga para pekerja Indonesia menjadi siap dan mampu bersaing dengan tenaga kerja asing pada era globalisasi.

Kebijakan keempat adalah perbaikan iklim investasi dan usaha ekonomi. Keberhasilan kebijakan tersebut dapat tercapai apabila ada peningkatan konsistensi kebijakan, jaminan, dan kepastian hukum. Iklim investasi dan usaha juga bakal bergairah apabila terdapat penyempurnaan dalam sistem perpajakan, retribusi, dan sejenisnya yang selama ini membebani pengusaha.

Pemerintah juga perlu menyempurnakan otonomi daerah guna mengurangi euforia daerah sehingga desentralisasi itu mampu menciptakan kemakmuran bagi masyarakat Indonesia. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, semua stakeholder harus memiliki pengertian dan persepsi yang sama tentang prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan.

Saat ini kebijakan yang diputuskan pemerintah daerah (Pemda) acapkali bertentangan dengan prinsip di atas. Hal itu misalnya tercermin dari kasus-kasus dimana Pemda mengeluarkan berbagai perizinan yang masih menjadi kewenangan pusat dan menetapkan berbagai pungutan dan retribusi yang memberatkan pengusaha, yang semuanya berujung pada konflik penggunaan sumber daya.

Kebijakan kelima adalah peningkatan kualitas SDM dan Iptek. Pengalaman empiris selama ini membuktikan bahwa kemandirian dan kesejahteraan suatu bangsa sangat ditentukan oleh penguasaan Iptek bangsa bersangkutan. Kita harus mengakui bahwa kualitas SDM bangsa Indonesia dibandingkan bangsa lain makin menurun.

Indonesia sudah mulai tertinggal dari bangsa serumpun, seperti Malaysia dan Thailand. Bahkan, kemampuan SDM Indonesia sudah mulai tersaingi Bangsa Vietnam. Strategi peningkatan kualitas SDM dan penguasaan Iptek dapat dilakukan dengan perbaikan sistem pendidikan, baik formal maupun informal, yang dapat menjawab kebutuhan pembangunan (pasar kerja) dan tantangan zaman. Selain itu, harus ditingkatkan sinergi dan hubungan produktif antara lembaga pendidikan, lembaga ristek, industri (sektor swasta), dan pemerintah.

Supremasi Hukum

Kebijakan terakhir penegakan hukum dan supremasi hukum. Indonesia dalam lima tahun terakhir sejak lama dikenal sebagai risky country untuk berinvestasi sehingga terdapat kecenderungan bagi investor untuk tidak menanamkan investasinya di Indonesia. Jika investor tetap berniat melakukan investasi, biasanya diikuti dengan tuntutan tingkat pembagian (share) laba yang tinggi.

Hal ini berbeda dengan Singapura dan Malaysia, dimana PMA di sana tidak memasukkan klausul pembagian laba yang tinggi dalam syarat investasinya. Kondisi itu tercipta kerana keamanan dan kepastian hukum di kedua negara itu lebih terjamin dibandingkan Indonesia.

Lemahnya penegakan hukum dan tidak adanya supremasi hukum di Indonesia antara lain ditandai dengan adanya kasus-kasus pelarian modal (capital flight) baik oleh pengusaha asing maupun nasional. Kebijakan penegakan hukum harus diarahkan untuk mengatasi hal tersebut. Misalnya, dengan melakukan upaya penanggulangan kegiatan ilegal (illegal fishing, illegal logging, penyelundupan BBM, dan lain sebagainya).

Upaya penegakan hukum harus diimbangi dengan perbaikan kesejahteraan pegawai negeri sipil (PNS). Telah lama sistem birokrasi dan perizinan di Indonesia dikeluhkan sebagai sarang  korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Pelaku KKN yang sebagian besar birokrat itu melakukan tindakan yang melanggar hukum tadi karena rendahnya tingkat kesejahteraan. Oleh karenanya, reformasi sistem birokrasi perlu dilakukan dalam rangka menciptakan birokrasi yang efektif dan efisien, serta membasmi moral hazard yang menghinggapi birokrasi.

Penegakan dan supremasi hukum bisa dilakukan dengan penerapan stick and carrot policy secara konsisten terhadap lembaga eksekutif, yudikatif, TNI, serta Polri. Lembaga-lembaga yang terlihat memiliki itikad untuk berperilaku sesuai hukum, maka dapat diberikan penghargaan misalnya dengan menambah anggaran bagi departemen itu dalam RAPBN tahun selanjutnya. (Bersambung)

Penulis adalah Menteri Kelautan dan Perikanan RI dan Guru Besar di Institut Pertanian Bogor (IPB).

sumber : cek dimari
readmore »»  

Launching Tegal Maritim Dilakukan Maret Mendatang


INFOPANTURA.COM – Kota Tegal – Pemerintah Kota Tegal telah mencanangkan program Tegal Kota Maritim 2013. Namun program yang akan dilaksanakan ditahun ini belum dapat diungkapkan. Hal ini disebabkan belum di launchingnya program tersebut. Oleh karenanya direncanakan bulan Maret 2013 mendatang akan digelar launching program tersebut.
Hal itu diungkapkan Walikota Tegal Ikmal Jaya, SE. Ak saat membuka acara dialog interaktif dengan warga Kelurahan Kejambon. Acara dialog diselenggarakan di Gedung Olah Raga (GOR) Wisanggeni Jl. Wisanggeni Kota Tegal Jawa Tengah Senin (11/2/2013) beberapa saat lalu.
“ Tahun 2013 merupakan tahun Tegal Maritim, namun terkait hal itu belum banyak yang bisa diungkapkan termasuk program – program apa saja belum bisa saya jelaskan karena belum di launching. Nanti rencananya awal Maret mendatang akan dilaunching. Baru setelah itu kita bisa menjelaskannya.
Ikmal mengatakan launching program Tegal Maritim juga akan dibarengkan dengan peluncuran produk dari SMK yakni berupa kapal patroli. “ Jika di Solo ada mobil esemka maka SMK di Kota Tegal sebagai Kota Bahari juga akan memproduksi produk Kapal Patriot “ imbuhnya.
Sementara itu terkait dialog interaktif yang digelar malam ini, Ikmal mengatakan dialog tersebut merupakan ajang mencari solusi bagi masalah yang tidak bisa dipecahkan di tingkat Kelurahan . oleh karenanya pihaknya sangat berharap agar warga bisa menyampaikan aspirasinya langsung.

diposkan : Monday, February 11th, 2013, SUARA PANTURA
readmore »»  

Selasa, 19 Februari 2013

NYAMUK DAN KEISTIMEWAAN IKAN NILA MUJAIR


PENYAKIT yang ditularkan nyamuk masih terus terjadi di wilayah Priangan, seperti di beritakan HU. Priangan dalam beberapa edisi. Warga yang terkena penyakit Filariasi (Kaki Gajah) di Kab. Tasik bertambah 3 orang. Semula, jumlah penderita ada 43 orang, namun saat ini bertambah menjadi 46 orang (Priangan, 7/1/2010). Diduga akibat pemanasan global, kawasan Desa Batulawang dan Desa Karyamukti Kota Banjar menjadi endemik Chikungunya. Jumlah penderita penyakit tersebut sebanyak 49 orang (Priangan, 8/1/2010). Sejak dua bulan lalu, ratusan warga Kec. Kalipucang, Kab. Ciamis diduga (suspect) menderita Chikungunya (Priangan, 8/1/2010). Memasuki bulan Januari 2010, korban Chikungunya di wilayah Kec. Banjarsari cenderung meningkat secara singnifikan (Priangan, 9/1/2010).
Kita tahu penyakit-penyakit tersebut, ternyata ditularkan oleh nyamuk. Pada dasarnya penyebaran penyakit itu ditularkan melalui faktor host, agent, danenvironment. Syaratnya ketiga komponen itu saling mendukung. Terkait dengan penyakit ditularkan oleh nyamuk, yang menjadi host (inang) adalah manusia dan nyamuk. Sebagai agentnya adalah parasit (malaria), cacing filaria (kaki gajah), dan virus (DBD/chikungunya).
Agent tersebut hidup di dalam tubuh manusia dan nyamuk. Di sini, manusia sendiri sebagai host intermediate (inang sementara) dan nyamuk disebuthost definitive (inang tetap). Sementara itu, faktor environment (lingkungan) adalah lingkungan di mana manusia dan nyamuk itu berada. Nyamuk ini dapat berkembangbiak dengan baik, bila lingkungannya sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan nyamuk.
Kita tahu, memasuki musim hujan banyak air tergenang. Misalnya, kolam yang terbengkalai dapat ditumbuhi oleh tanaman air, selanjutnya akan menjadi sarang jentik nyamuk untuk berkembangbiak. Dengan mengenal hubungan faktor yang berperan dalam penyebaran penyakit yang ditularkan oleh nyamuk tersebut, maka setidaknya kita dapat melakukan usaha pemutusan rantai penularnya secara lebih terarah. Pemutusan rantai penularan penyakit akibat nyamuk ini melalui tiga langkah.
Pertama, menyembuhkan orang yang diketahui positif terhadap penularan. Bila tidak ada orang yang sakit, maka tidak mungkin terjadi penularan penyakit walaupun terdapat vektor (nyamuk) penularnya. Kedua, menghilangkan atau membunuh vektor nyamuk penular. Sebab, bila tidak ada vektor, maka tidak mungkin terjadi penularan di daerah tersebut walaupun terdapat orang sakit. Ketiga, menghilangkan tempat-tempat perindukan nyamuk. Bila tidak ada tempat perindukan, maka nyamuk tidak bisa berkembangbiak sehingga nyamuk itu akan hilang atau berkurang kepadatannya.
Terkait pemberantasan nyamuk pada tempat perindukan, kita dapat membunuh jentik-jentik nyamuk dengan memanfaatkan budidaya ikan, salah satunya adalah dengan menggunakan ikan nila (Oreochromis niloticus) dan mujair (Oreochromis mossambicus). Mengapa?


Keistimewaan Nila dan Mujair
Ada beberapa alasan mengapa ikan nila dan mujair ini memiliki prospek yang positif dalam program pengendalian nyamuk (Anopheles dan Culex) di Indonesia. Yakni ikan-ikan tersebut dapat hidup di air tawar, payau, dan bahkan air laut. Bahkan, berbagai spesies nila mempunyai kemampuan memakan jentik nyamuk yang cukup tinggi, seperti kemampuan nila merah dalam mengendalikan populasi jentik nyamuk Anopheles di Sihepeng Tapanuli Selatan (Sugeng2003), serta ikan nila merah dan mujair di tambak udang Desa Sukaresik Kec. Pangandaran Kab. Ciamis (Depkes RI; 2002).
Apalagi menurut Lovell (1989), ikan nila dan mujair ini memiliki kebiasaan makan yang terus menerus. Jenis makanan yang disukai adalah plankton,fitoplankton (organisme pemakan tanaman yang melayang-layang di permukaan air), dan zooplankton (jasad renik).
Keistimewaan lain dari ikan nila dan mujair adalah memiliki tingkat pertumbuhan dan fekunditas (tingkat kesuburan untuk menghasilkan sejumlah telur) lebih tinggi, memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik, memungkinkan lebih toleran terhadap kisaran nilai salinitas (kadar garam) air yang tinggi, lebih tahan terhadap serangan penyakit, memiliki risiko kematian sangat kecil, belum terjangkit virus, dan harganya relatif terjangkau.
Ikan nila telah dipakai sebagai agen pengendalian jentik nyamuk vektor malaria di Cina, Somalia, dan Ethopia. Ternyata ikan tersebut dapat menurunkan populasi nyamuk terutama vektor malaria yang mempunyai tempat perindukan yang terbatas seperti kolam ikan dan reservoir air. Di daerah pantai Guangxi yang ada di Cina, terutama pada daerah perkampungan nelayan itu, penanggulangan nyamuk dengan menggunakan ikan pemakan jentik berhasil dengan baik, sebab rata-rata yang dijadikan tempat perindukan nyamuk adalah berupa penampungan air rumah tangga.
Sementara itu, di Somalia jenis ikan nila ini digunakan secara nasional untuk pengendalian nyamuk malaria di tempat perindukan. Sedangkan masyarakat Ethiopia memiliki kebiasaan memasukkan ikan di dalam tempat penampungan air yang disebut dengan brika, sehingga berdampak pada tidak ditemukan jentik nyamuk dan larva hewan lainnya (Sudomo, dkk; 1998).
Untuk konteks Indonesia sendiri, telah dilakukan penelitian di Sihepang Tapanuli Selatan dan Desa Sukaresik Kec. Pangandaran Kab. Ciamis Jawa Barat, hasilnya membuktikan bahwa ikan nila dan mujair dapat menurunkan populasi larva Anopheles. Hal ini disebabkan karena media biaknya telah dikonsumsi ikan, tidak adanya jasad renik dan tanaman air akan menghalangi kehadiran jentik nyamuk. Dari sini, tentu akan berdampak positif terhadap semakin kecilnya kemungkinan terjadi kontak gigitan nyamuk dewasa dengan manusia, sehingga diharapkan dapat menekan kejadian penularan malaria.
Lebih jauh, manfaat ikan (nila dan mujair) ini, selain sebagai pengendali hayati terhadap jentik nyamuk, juga melalui budidaya ikan ini dapat meningkatkan pendapatan pengelola tambak. Sebab, usaha budidaya ikan ini jelas-jelas mempunyai nilai ekonomi. Misalnya, memberikan tambahan penghasilan bagi penduduk setempat dalam menggunakan pakan, apalagi ikan ini bersifat omnivora (pemakan hewan dan tumbuhan), dan mempunyai kemampuan memakan yang cukup tinggi. Sehingga tidak aneh dikalangan para peternak ikan ada ungkapan, “Sekali dikembangkan pada tempat yang cocok, populasinya akan berkembang sendiri secara terus menerus, biaya pemeliharaan relatif murah, tidak mencemari lingkungan, dan dapat dibudidayakan pada rawa-rawa yang memiliki banyak tanaman air.”
Akhirnya, melalui pemanfaatan tempat perindukan nyamuk sebagai lahan budidaya ikan (nila dan mujair), maka dampaknya ikan menjadi kenyang, sementara jentik nyamuk hilang, sehingga nyamuk dewasanya menjadi berkurang kepadatannya dan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk pun jadi berkurang. 


Penulis, pemerhati masalah lingkungan dan pendiri Majelis Inspirasi Al-Quran & Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, 


SUMBER : CEK DIMARI



readmore »»  

Tiga pulau Pesisir Selatan kawasan konservasi penyu


Painan, Sumbar (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, menetapkan tiga pulau kecil di wilayah itu sebagai kawasan konservasi penyu.

Wakil Bupati Pesisir Selatan Editiawarman di Painan Senin mengatakan, Pulau Kerabak Kecil, Kerabak Besar, dan Penyu ditetapkan sebagai pulau untuk pelestarian satwa dilindungi, penyu.

Ia mengatakan, khusus pulau Kerabak Kecil, pemerintah telah membebaskan pengelolaannya dari perorangan. Pulau yang terletak di Kecamatan Sutera itu dijadikan sebagai tempat penangkaran tiga jenis penyu, penyu hijau, belimbing, dan sisik.

"Pulau Kerabak Kecil hingga sekarang masih dijadikan sebagai tempat pendaratan penyu untuk bertelur. Jumlahnya masih banyak, meski demikian harus kita jaga agar penyu-penyu itu tetap bertahan dan hidup di sana," kata dia.

Telur penyu di tiga pulau itu tidak semuanya diambil untuk dikonsumsi, tetapi juga sebagian disisihkan untuk ditetaskan menjadi tukik (anak penyu).

Telur yang disisihkan itu ditetaskan di tempat-tempat penangkaran di Pulau Kerabak Besar, Penyu dan Kerabak Kecil hingga menjadi tukik. 

Di penangkaran, kata dia, tukik itu akan diperlakukan istimewa dengan menerapkan pemeliharaan yang baik oleh petugas. Hingga batas waktu yang telah ditentukan, anak-anak penyu itu dilepas kembali ke laut dengan harapan menghasilkan telur dan bibit penyu yang berkualitas.

Menurut dia, melepas anak penyu ke laut lepas merupakan salah satu langkah pemerintah kabupaten dalam pelestarian penyu, karena selama ini keberadaan populasi hewan itu terancam punah.

Masyarakat cenderung mengambil semua telur penyu karena bernilai ekonomi tinggi.

Meski belum menjadi mata pencaharian masyarakat, khususnya yang tinggal di pesisir pantai, namun setidaknya penyu di kabupaten itu telah memberikan dampak positif terhadap perekonomian masyarakat setempat.

"Pelestarian dengan melakukan penangkaran sebelum dilepas ke laut perlu dilakukan. Jika tidak, kelangkaan penyu bakal terjadi pada masa mendatang," katanya.

Ia mengatakan, sebagai upaya pelestarian, Pemkab juga membeli telur penyu yang dikumpulkan dari masyarakat untuk selanjutnya ditetaskan pada tempat-tempat penangkaran. 



Sumber : KLIK DISINI
readmore »»  

SEMINAR NASIONAL PERIKANAN

SEMINAR NASIONAL
DALAM RANGKA REUNI & KONGRES 55 TAHUN
SEKOLAH PERIKANAN BOGOR

(SPDMA-SUPM-SPP/SUPM-SPPN-APP-STPP BOGOR JURUSAN PENYULUHAN PERIKANAN - STP JURUSAN PENYULUHAN PERIKANAN)



readmore »»  

CHLORELLA Sp SEBAGAI PAKAN ALAMI LARVA IKAN


Pakan alami ialah makanan hidup bagi larva dan benih ikan mencakup fitoplankton, zooplankton dan benthos serta berperan sebagai sumber protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Disamping mengandung gizi yang lengkap pakan alami mudah dicerna sebab mengandung enzim yang dapat membantu pencernaan di usus larva atau benih ikan yang belum berkembang alat pencernaannya. Pakan alami berukuran relatif kecil (150 mikron - 1 mm) sesuai dengan bukaan mulut larva atau benih dan bergerak tidak begitu aktif sehingga mempermudah larva atau benih untuk memangsanya. Karena sifatnya yang hidup, pakan alami tidak mencemari media pemeliharaan larva atau benih ikan. Pakan alami jenis fitoplankton diketahui sebagai makanan awal bagi larva ikan laut yang relatif bukaan mulut larvanya kecil. Sedangkan sebagian larva ikan air tawar banyak memanfaatkan zooplankton karena bukaan mulut larvanya relatif besar.
Namun beberapa ikan air tawar termasuk ikan hias ada yang bukaan mulut larvanya relatif kecil sehingga di dalam usaha pembenihan memerlukan zooplankton yang ukurannya kecil. Pakan alami sebagian mudah didapat dari alam dan ada yang mudah dibudidayakan. Media kultur untuk pembudidayaan pakan alami dapat berupa media alga atau media yang banyak mengandung bakteri untuk itu fasilitas pengembangbiakan khususnya alga perlu dipersiapkan. Sedangkan media bakteri mudah didapat dengan menggunakan kotoran hewan. Penyediaan pakan alami secara berkesinambungan dan peruntukannya yang tepat akan meningkatkan pertumbuhan dan sintasan larva dan benih ikan. SALAH SATUNYA ADALAH CHLORELA Sp.

1.    Sistematika dan Morfologi
Chlorella merupakan alga hiJau yang di klasifikasikan sebagai berikut
Phylum : Chlorophyta
Kelas : chlorophhyceae
Ordo : Chlorococcales
Familia : Chlorellaceae
Genus : Chlorella ( Bougis, 1979 )
Bentuk sel chlorella bulat atau bulat telur, merupakan alga yang bersel tunggal tetapi kadang – kadang bergerombol. Diameter sel berkisar antara 2- 8 mikron, berwarna hijau karena klorofil merupakan pigmen yang dominan, dinding selnya keras terdiri atas selulosa dan pektin. Sel ini mempunyai pitoplasma berbentuk cawan. Chlorella dapat bergerak tetapi sangat lambat sehingga pada pengamatan seakan – akan tidak bergerak.
Menurut Becker (1994) dalam Kawaroe (2010) Chlorella sp. Mengandung 51-58% protein, 12-26% karbohidrat, 2-22% lemak, 4-5% nucleic acid. Asam lemak yang terkandung dalam Chlorella terdiri dari linoleat sebanyak 45,068% dan 29,495 stearat.Chlorella sp

1.    Ekologi dan Fisiologi chlorella
Chlorella dapat hidup di air yang menggenang dengan sumber makanan yang cukup, chlorella ini adalah sebagai pakan alami ikan yang sangat baik bagi kelangsungan pertumbuhan ikan.
Chlorella bersifat kosmopolit yang dapat tumbuh dimana-mana, kecuali pada tempat yang sangat kritis bagi kehidupan. Alga ini dapat tumbuh pada salinitas 0-35 ppt. salinitas 10-20 ppt merupakan salinitas optimum untuk pertumbuhan alga ini. Alga ini masih dapat bertahan hidup pada suhu 400C, tetapi tidak tumbuh. Kisaran suhu 25-300C merupakan kisaran suhu yang optimal.
Alga ini berproduksi secara aseksual dengan pembelahan sel, tetapi juga dapat dengan pemisahana utospora dari sel induknya. Reproduksi sel ini diawali dengan pertumbuhan sel yang membesar. Periode selanjutnya adalah terjadinya peningkatan aktivitas sintesa sebagai bagian dari persiapan pembentukan sel anak, yang merupakan tingkat pemasakan awal. Tahap selanjutnya terbentuk sel induk muda yang merupakan tingkat pemasakan akhir, yang akan disusul dengan pelepasan sel anak.

2.    Reproduksi Chlorella
Chlorella ini dapat berkembangbiak dengan membelah sel, Selnya bereproduksi dengan membentuk dua sampai delapan sel anak di dalam sel induk yang akan dilepaskan dengan melihat kondisi lingkungan salinitas 0-35 ppt dan yang optimal pada 10-20 ppt, kisaran suhu optimal 25-30°C dan maksimum pada 40 ° C.

3.    PRINSIP KULTUR Chlorella sp
Salah satu contoh phytoplankton adalah Chlorella sp. Chlorella sp merupakan mikro alga sehingga dalam dunia pembenihan sering hanya disebut alga. Kultur Chlorella sp murni atau monospesifik species dimulai dari kegiatan isolasi kemudian dikembangkan secara sedikit demi sedikit secara bertingkat. Media kultur yang digunakan mula-mula hanya beberapa liter saja, kemudian berangsur-angsur meningkat ke volume yang lebih besar hingga mencapai skala massal. Kultur hingga volume 3 liter masih dilakukan didalam laboratorium sehingga sering disebut dengan kultur skala laboratorium. Selanjutnya dilakukan kultur aut-door yang dapat mencapai volume 60-100 liter yang merupakan tahapan kultur selanjutnya. Karena kultur ini menggunakan proses yang bertingkat-tingkat dari volume kecil ke volume yang lebih besar, maka prinsip kultur ini disebut dengan kultur bertingkat atau berlanjut.
Pertumbuhan Chlorella sp sangat erat kaitannya dengan ketersediaan hara makro dan mikro serta dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Factor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan Chlorella sp antara lain cahaya, suhu, tekanan osmotic, dan pH air.
Kultur Cholorella sp skala laboratorium biasanya memerlukan kondisi lingkungan terkendali. Hal ini dimaksudkan agar pertumbuhannya optimal sehingga didapatkan bibit yang bermutu tinggi untuk skala kultur selanjutnya.
1.    STERILISASI
·           METODE STERILISASI
Pada dasarnya persiapan untuk kultur berbagai jenis phytoplankton adalah sama, misalnya pada kultur Chlorella sp, yaitu sterilisasi alat dan bahan yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan. Ada lima metode sterilisasi, yakni:

a.         Sterilisasi Basah
Metode ini dilakukan dengan cara perebusan. Botol-botol kultur dan peralatan lain yang akan digunakan direbus dengan air hingga mendidih selama 2 jam. Air yang akan digunakan untuk kultur juga dapat disterilkan dengan cara ini.
b.         Sterilisasi dengan Autoclave dan Oven
Sterilisasi dengan autoclave pada dasarnya menggunakan uap air panas bertekanan, sedangkan sterilisasi menggunakan oven menggunakan udara panas. Sterilisasi model ini umumnya digunakan untuk mensterilkan alat-alat dan botol kultur yang terbuat dari gelas.
c.         Sterilisasi dengan Penyaringan
Metode ini dilakukan untuk cairan/larutan yang tidak tahan terhadap suhu tinggi, misalnya vitamin, sehingga dilakukan penyaringan dengan sebuah saringan yang steril.
d.        Sterilisasi dengan Sinar Ultra Violet
Sinar UV dengan panjang gelombang 2000-3000 A dapat membunuh mikroorganisme dengan cara menghancurkan struktur proteinnya. Metode ini banyak digunakan untk mensterilkan ruang kerja dan air.
e.         Sterilisasi Kimia
Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk sterilisasi ini adalah HCL, HgCl2, Alkohol, Formalin, Phenol, Chlorin, dan sebagainya.

·           CARA STERILISASI
a.    Sterilisasi Peralatan yang digunakan untuk isolasi Phytoplankton
Sterilisasi peralatan yang akan digunakan untuk isolasi dapat menggunakan autoclave dengan suhu 1210C dan tekanan 1 kg/cm3 atau menggunakan oven pada suhu sekitar 1050C.
Mula-mula peralatan isolasi yang terdiri atas tabung reaksi, cawan petri, pipet ukur, dan lain-lain dicuci dengan air tawar dan detergen yang kemudian diletakkan di rak dan ditunggu hingga kering. Setelah kering, cawan petri dan pipet ukr dibungkus dengan kertas krap, sedangkan tabung reaksi ditutp dengan karet penutup, terutama apabila sterilisasinya menggunakan autoclave. Tetapi apabila menggunakan oven, peralatan tidak perlu dibungkus kertas, cukup dimasukkan kedalam tabung stainless, kemudian ditutup rapat dan dislotip dengan slotip tahan panas. Peralatan tersebut disusun dalam autoclave kemudian ditutup rapat. Sterilisasi dengan autoclave berjalan 15 menit pada suhu 1210C dengan tekanan 1 kg/cm3. Sedangkan menggunakan oven berjalan 5 jam pada suhu 1050C.

b.        Sterilisasi Media Kultur
Sterilisasi media kultur dapat dilakukan dengan autoclave. Media yang akan disterilisasi mula-mula dimasukkan kedalam botol atau erlenmayer bersih. Selanjutnya botol atau erlenmayer tersebut ditutup dengan kapas atau gabus, dan diatasnya ditutup kembali dengan aluminium foil dan diikat dengan slotip. Selanjutnya botol atau erlenmayer yang telah berisi media tersebut disusun rapi dalam autoclave dan siap untuk disterilisasi.

c.         Sterilisasi Alat
Alat-alat yang cukup besar sehingga tidak dapat masuk kedalam autoclave atau oven, dapat disterilkan dengan cara kimia, misalnya dengan HCl atau chlorine. Peralatan kultur yang sudah dicuci bersih direndam dengan HCl 10% selama 2 hari, kemudian dibilas dengan air tawar. Selain itu dapat dengan merendam peralatan pada larutan chlorine 150 mg/l selama 12-24 jam, kemudian dinetralisir dengan 40-50 mg/l Na-Thiosulfat dan dibilas dengan air tawar hingga bau chlorine hilang
d.        Sterilisasi Media tidak Tahan Panas
Media pengkaya yang tidak tahan panas, misalnya vitamin, disterilisasi dengan penyaringan. Saringan yang digunakan 2,5-3 mikron. Media tersebut selanjutnya ditempatkan dalam wadah yang steril dan ditutup rapat dengan aluminium foil.

e.         Sterilisasi pada Kultur semi Out-door dan Out-door/missal
Untuk kultur missal sterilisasi alat dan bahan dilakukan dengan cara chlorinisasi karena cara ini lebih cepat, ekonomis, dan secara tekhnis mudah dilaksanakan. Cara chlorinisasi tersebut adalah sebagai berikut: bak dicuci bersih dengan menggunakan sabun/detergen lalu disterilkan dengan larutan Na-Thiosulfat 40-50 mg/l. Terakhir bak dibilas dengan air tawar sampai bersih dan bau chlorine hilang.
Air sebagai media kultur juga dapat disterilkan dengan menggunakan chlorine. Air laut yang akan digunakan sebelumnya disaring, lalu disterilkan dengan chlorine 60 mg/l selama minimal 1 jam dan dinetralisir dengan larutan Na-Thiosulfat 20 mg/l untuk menghilangkan sisa-sisa chlorine dalam air laut hingga bau chlorine hilang. Air yang telah steril disimpan dalam bak yang tidak tembus sinar dan ditutup dengan penutup tidak tembus sinar untuk mencegah pertumbuhan lumut atau phytoplankton lain yang tidak dikehendaki.

2.    Budidaya Chlorella
Chlorella dapat dibudidayakan dengan menyiapkan wadah budidaya yang terbuat dari bak plastik, bak semen, dan tempat – tempat yang memungkinkan chlorella dapat tumbuh
Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam kultur Chlorella sp, yaitu koleksi dan isolasi.

·           Koleksi
Koleksi bertujuan untuk mendapatkan species Chlorella sp dari alam untuk dikultur secara murni. Pengambilannya dialam dapat menggunakan plankton net. Chlorella sp yang diperoleh dapat dikembangkan dengan menggunakan pupuk
·           Isolasi
Ada beberapa metode untuk mengisolasi phytoplankton, khusus untk fitoplankton jenis Chlorella sp menggunakan metode isolasi goresan. Metode ini sangat baik digunakan untuk mengisolasi phytoplankton sel tunggal seperti Chlorella sp.
Metode ini menggunakan media agar-agar. Agar-agar sebanyak 1,5% dicampur dengan air laut pada salinitas tertentu, kemudian dipanaskan hingga mendidih dan larut sempurna berwarna kuning jernih.
Selama proses pemanasan harus diaduk terus menerus untuk mencegah terjadinya kerak atau penggumpalan. Setelah pemanasan selesai, larutan agar-agar tersebut kemudia diangkat dan ditunggu sampai agak dingin baru dilakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk Allen Miquel (untuk sekala laboratorium) dengan komposisi KNO3 20,2 gr, Akuades 100 gr, sedangkan untuk skala massal ukuran 1-4 ton digunakan pupuk teknis yang terdiri dari: KNO3 100 gr/ton, FeCl3 3 gr/ton, dan NaH2PO4. 10 H2O 10 gr/ton dan sesuai dosis yang diinginkan.

Larutan agar-agar yang telah dipupuk disterilisasi dengan autoclave (121 0C, 15 menit) atau pengukusan sekitar 30 menit. Bahan-bahan pengkaya yang tidak tahan panas harus disterilkan secara terpisah. Angkat dan biarkan agak dingin, sekitar 50 0C. Selanjutnya dituangkan kedalam cawan petri yang sudah steril dengan tebal kurang lebih 3 mm atau kedalam tabung reaksi yang sudah steril dalam posisi miring. Agar miring pada tabung reaksi tersebut biasa digunakan untuk penyimpanan isolat. Selanjutnya dituang hingga membeku.
Setelah media agar membeku, kemudian ditulari bibit Chlorella sp yang berasal dari air sampel dengan cara goresan menggunakan ose yang telah dibakar dengan pembakar spritus. Bibit digoreskan dalam media agar-agar pada cawan petri dengan pola zig-zag. Untuk mencegah kontaminasi oleh mikroorganisme lain maka cawan petri ditutup atau disegel dengan isolasi.
Untuk penumbuhan, cawan petri atau tabung reaksi tersbeut diletakkan pada rak kultur serta disinari dengan dua buah lampu TL 40 watt secara terus menerus. Cawan petri diletakkan dalam posisi terbalik. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya proses pengeringan akibat penyinaran dengan lampu TL secara terus menerus atau terjadinya penetesan embun dari bagian tutup cawan petri ke media agar-agar.
Setelah beberapa hari inokulum akan tampak tumbuh pada goresan media agar-agar, tetapi masih dicampur dengan phytoplankton jenis lain, kemudia dilakukan penggoresan berulang-ulang pada media agar-agar yang sama sampai diperoleh bibit yang benar-benar murni. Isolate yang diinkubasi dalam ruangan ber AC untuk menjaga kestabilan suhu 25-27 0C. isolate juga dapat dipindah kecawan petri yang lain atau pada agar miring dalam tabung reaksi apabila diperlukan.

Hasil kultur murni dari media agar-agar dikembangkan pada media cair dalam tabung reaksi dengan volume media kultur 10 ml. bibit diambil dengan jarum ose yang steril kemudia dipindah ke tabung rekasi decara aseptis. Sebelumnya Chlorella sp yang tumbuh pada permukaan agar-agar diperiksa lebih dahulu dengan cara memindahkan phytoplankton pada gelas objek yang telah diberi media kultur 1 tetes. Selanjutnya dilakukan pengamatan dibawah mikroskop. Apabila phytoplankton yang diamati sesuai dengan keinginan kemudian dilakukan inokulasi pada tabung reaksi yang berisi air laut yang telah diperkaya oleh unsure hara dan ditumbuhkan. Larutan diaduk dengan cara dikocok sesering mungkin selama masa kultur. Apabila bibit pada tabung reaksi tersebut telah tumbuh dengan baik, maka phytoplankton tersebut (Chlorella sp) dapat dikembangkan kedalam botol-botol kultur yang lebih besar.

1.    PERTUMBUHAN PLANKTON (Chlorella sp)
Pertumbuhan phytoplankton dalam kultur dapat ditandai dengan bertambah besarnya ukuran sel atau bertambah banyaknya jumlah sel. Hingga saat ini kepadatan sel digunakan secara luas untuk mengetahui pertumbuhan phytoplankton dalam kultur pakan alami. Ada empat fase pertumbuhan, yaitu:

1.         Fase Istirahat
Sesaat setelah penambahan inokulum kedalam media kultur, populasi tidak mengalami perubahan. Ukuran sel pada saat ini pada umumnya meningkat. Secara fisiologis phytoplankton sangat aktif dan terjadi proses sintesis protein baru. Organism mengalami metabolism, tetapi belum terjadi pembelahan sel sehingga kepadatan sel belum meningkat.

2.         Fase Logaritmik/Eksponsial
Fase ini diawali oleh pembelahan sel dengan laju pertumbuhan tetap. Pada kondisi kultur yang optimum, laju pertumbuhan pada fase ini mencapai maksimal.
3.         Fase Stasioner
Pada fase ini, pertumbuhan mulai mengalami penurunan dibandingkan dengan fase logaritmik. Pada fase ini laju reproduksi sama dengan laju kematian. Dengan demikian penambahan dan pengurangan jumlah phytoplankton relative sama ata seimbang sehingga kepadatan phytoplankton tetap.

4.         Fase Kematian
Pada fase ini laju kematian lebih cepat daripada laju reproduksi. Jumlah sel menurun secara geometric. Penurunan kepadatan phytoplankton ditandai dengan perubahan kondisi optimum yang dipengaruhi temperature, cahaya, pH air, jumlah hara yang ada, dan beberapa kondisi lingkungan yang lain.

2.    PENGHITUNGAN KEPADATAN PHYTOLANKTON (Chlorella sp)
Penghitungan kepadatan plankton digunakan sebagai salah atu ukuran mengetahui pertumbuhan phytoplankton, mengetahui kepadatan bibit, kepadatan pada awal kultur, dan kepadatan pada saat panen. Kepadatan phytoplankton dapat dihitung dengan menggunakan Hemacytometer.
Hemacytometer banyak digunakan untuk menghitung sel-sel darah. Untuk dapat mempergunakan alat-alat ini perlu alat yang lain yaitu mikroskop dan pipet tetes. Untuk memudahkan penghitungan phytoplankton yang diamati biasanya menggunakan alat bantu hand counter.
Hemacytometer merupakan suatu alat yang terbuat dari gelas yang dibagi menjadi kotak-kotak pada dua tempat bidang pandang. Kotak tersebut berbentuk bujur sangkar dengan sisi 1 mm, sehingga apabila ditutup dengan gelas penutup volume ruangan yang terdapat diatas bidang bergaris adalah 0,1 mm atau 10-4 ml. Kotak bujur sangkar yang mempunyai sisi 1 mm tersebut dibagi lagi menjadi 25 buah kotak bujur sangkar, yang masing-masing dibagi lagi menjadi 16 kotak bujur sangkar kecil.
Cara penghitungan kepadatan phytoplankton dengan Hemacytometer adalah sebagai berikut: Hemacytometer dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu dengan tissue. Kemudian gelas penutupnya dipasang. Phytoplankton yang akan dihitung kepadatannya diteteskan dengan menggunakan pipet tetes pada bagian parit yang melintang hingga penuh. Penetesan harus hati-hati agar tidak terjadi gelembung udara dibawah gelas penutup. Selanjutnya Hemacytometer tersebut diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 atau 400 kali dan dicari bidang yang berkotak-kotak. Untuk mengetahui kepadatan phytoplankton dengan cara menghitung phytoplankton yang terdapat pada kotak bujur sangkar yang mempunyai sisi 1 mm. apabila jumlah phytoplankton yang didapat adalah N, maka kepadatan phytoplankton adalah N x 104 sel/ml.

3.    PEMANENAN
Berdasarkan pola pertumbuhan phytoplankton, maka pemanenan phytoplankton harus dilakukan pada saat yang tepay yaitu pada saat phytoplankton tersebut mencapai puncak populasi. Apabila pemanenan phytoplankton terlal cepat atau belum mencapai puncak populasi, sisa zat hara masih cukup besar sehingga dapat membahayakan organism pemangsa karena pemberian phytoplankton pada bak larva kebanyakan dengan cara memindahkan massa air kultur phytoplankton. Sedangkan apabila pemanenan terlambat maka sudah banyak terjadi kematian phytoplankton sehingga kualitasnya turun. Khusus untuk phytoplankton jenis Chlorella sp pemanenan dilakukan pada saat 4 hari karena phytoplankton tersebut mencapai puncak populasi pada saat hari ke 4 setelah pembibitan maka sebaiknya segera dipanen.
Pemanenan phytoplankton dapat dilakukan dengan berbagai macam alat sesuai dengan kebutuhan dan jumlah phytoplankton. Adapun peralatannya antara lain : centrifuge, plate separator, dan berbagai macam filter. Pemanenan dapat dilakukan secara total atau sebagian. Apabila panen dilakukan sebagian, phytoplankton yang telah siap dipanen diambil sebanyak 2/3 bagian. Kemudian kedalam sisa phytoplankton yang 1/3 bagian tersebut ditambahkan air laut dengan salinitas tertentu (10-20 ppt). selanjutnya dilakukan pemupukan sekitar ½ dosis. Panen sebagian ini sebaiknya dilakukan tidak lebih dari tiga kali pada bak budidaya yang sama, setelah itu harus dilakukan panen total.

4.    PASCA PANEN
Chlorella sp yang telah dipanen memiliki banyak peranan yang sangat penting, baik sebagai pakan alami larva terutama larva ikan kakap putih, ikan kakap merah, dan ikan kerapu, juga sebagai green water pada pemeliharaan berbagai jenis larva
Hasil pemanenan dapat disimpan dalam bentuk kering didapat dari hasil penjemuran phytoplankton konsentrat dibawah sinar matahari.penjemuran dilakukan dalam kotak penjemuran bertenaga surya yang dapat menghasilkan udara panas dengan suhu sekitar 70 0C. Dengan suhu ini komposisi gizi phytoplankton terutama protein tidak rusak. Chlorella sp yang kering yang didapat disimpan dalam botol-botol yang tertutup rapat. Pengeringan juga dapat dilakukan dengan menggunakan oven. Phytoplankton freeze (beku) didapat dari hasil penyimpanan phytoplankton yang telah dipadatkan didalam freezer.





Editor : 

readmore »»