Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
(DJPB) siap menjawab tuntutan pasar bebas ASEAN yang akan bergulir pada tahun
2015. “Produk perikanan budidaya, siap untuk menghadapi pasar bebas ASEAN.
Bahkan kita telah siapkan tujuh jurus untuk menghadapinya pada tahun 2015
mendatang”, demikian disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet
Soebjakto, dalam acara syukuran kepindahan kantor DJPB ke Menara 165, Jakarta.
Lebih lanjut
Slamet menerangkan tujuh jurus tersebut yang semuanya akan diterapkan melalui
kebijakan yang akan dikeluarkan. “Jurus pertama adalah penggunaan teknologi
dalam rangka mencapai efisiensi usaha budidaya. Penggunaan teknologi ini mutlak
diperlukan khususnya efisiensi penggunaan pakan yang salah satunya dicapai
dengan system biofloc. System biofloc ini dapat diterapkan di budidaya air tawar
dan air payau. Salah satu contoh nyata keberhasilan system biofloc ini adalah
budidaya lele system biofloc 165”, sambung Slamet.
Jurus kedua
adalah menciptakan system usaha dan investasi di bidang perikanan budidaya yang
lebih kondusif. “Investasi sangat diperlukan untuk mengembangkan suatu usaha
termasuk usaha perikanan budidaya. Dengan mempermudah masuknya investasi ke
sector perikanan budidaya, maka usaha yang dijalankan akan dapat berkembang dan
artinya ada peningkatan produksi dan sekaligus peningkatan kesejahteraan
masyarakat pembudidaya”, tambah Slamet.
“Perbaikan infrastruktur yang mendukung suatu
usaha budidaya adalah jurus ketiga. Dalam pembangunan infrastruktur ini kita
sudah menggandeng Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU) terutama untuk rehab
saluran air dan jalan produksi. Selain itu kita juga berkolaborasi dengan
Kementerian ESDM untuk penyediaan listrik di kawasan budidaya”, papar Slamet.
Jurus
berikutnya adalah peningkatan mutu produksi perikanan budidaya melalui
sertifikasi Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB). “Komoditas perikanan
budidaya akan terus didorong untuk meningkatkan kualitas produksinya
sehingga memenuhi tuntutan pasar internasional dan local. Untuk dapat
memproduksi pangan khususnya produk perikanan budidaya yang memenuhi
persyaratan mutu tidak cukup hanya mengandalkan pengujian akhir di laboratorium
saja. Perlu adanya Sistem Jaminan Mutu melalui penerapan CBIB sejak pra
produksi sampai dengan pasca produksi, sehinga produk perikanan budidaya mampu
memiliki daya saing tinggi di pasar global demikian juga meningkat serapannya
di pasar lokal” tegas Slamet..
Jurus ke lima
adalah Pengembangan Perikanan Budidaya berbasis Blue Economy. “Peningkatan
nilai tambah produk perikanan mutlak diperlukan. Perikanan Budidaya Berbasis Blue
Economy akan meningkatkan efisiensi usaha budidaya, tidak menghasilkan limbah
(zero waste) dan bahkan nilai tambah yang didapat akan menambah daya saing
produk budidaya”, papar Samet.
Kemandirian
dalam menghasilkan induk unggul dan benih bermutu merupakan salah cara untuk
mengurangi ketergantungan induk dan benih impor. “Pasar bebas ASEAN harus
menjadikan Indonesia sebagai pemain utama bukan hanya sebagai obyek. Produksi
benih dan induk unggul sangat diperlukan untuk mendukung semakin bergairahnya
usaha budidaya ikan nasional. Selain itu ke depan, untuk membuktikan bahwa kita
cinta produk dalam negeri, juga untuk menghindari masuknya penyakit dari negara
lain. Kemandirian dalam hal suplai benih dan induk ini bisa dimulai dari
kawasan kawasan minapolitan yang kemudian dapat ditiru oleh daerah lainnya. Hal
ini salah satunya dapat dicapai dengan menerapkan Cara Perbenihan yang Baik
(CPIB), sehingga selain kebutuhan benih tercukupi, kualitas benih tetap terjaga
Contoh nyata dari penggunaan produk dalam negeri adalah penggunaan Udang Vaname
Nusantara 1 (Udang VN-1). Udang VN-1 telah mampu bangkit kembali dan
membuktikan sebagai produk yang layak untuk digunakan oleh pembudidaya udang.
Udang VN-1 akan menjadikan Indonesia tidak tergantung lagi dari benih atau
induk udang impor, bahkan kita harus mampu mengekspor udang VN-1 ke negara
ASEAN lainnya. Saat ini Indonesia merupakan salah satu Negara produsen udang
yang bebas dari Early Mortality Syndrome (EMS), yang menyebabkan kegagalan dini
budidaya udang. Ini merupakan peluang kita untuk terus menggunakan produk dalam
negeri, tidak tergantung produk luar negeri, karena udang kita lebih sehat dan
lebih aman dibandingkan udang dari Negara lain” ” jelas Slamet.
Jurus terakhir
yang tidak kalah penting adalah peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) di sector
Perikanan Budidaya. “Salah satunya dilakukan melalui kegiatan yang sekarang ini
dilaksanakan yaitu Workshop Transformasi Budaya Kerja. Tuntutan tugas yang semakin
tinggi memerlukan SDM yang cukup handal dan berkompeten. Kita akan mengubah
orientasi kerja kita, dari birokasi menjadi melayani. Perubahan orientasi ini
akan mengubah etos kerja kita dengan meningkatkan kualitas kerja yang dijiwai
dengan ketulusan, keikhlasan dan kerja keras. Kita tidak akan bisa berubah
apabila kita tidak mau berubah. Seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an Surat
Ar-Ra’d ayat 11, yang artinya Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib
suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri
mereka. Jadi perubahan harus mulai dari diri kita sendiri. Itulah tujuan dari
workshop ini”, kata Slamet.
Pemberdayaan Pembudidaya
Tradisional
Slamet
menyatakan bahwa pemerintah juga tetap memperhatikan para pembudidaya
tradisional untuk mengembangkan usahanya dan juga meningkatkan mutu hasil
produksinya. “Caranya adalah dengan berbudidaya secara kelompok atau secara
komunal dengan system klaster. Sistim klaster ini sangat menguntungkan para
pembudidaya karena bisa mengendalikan musim tanam, asal usul benih yang
berkualitas dan prosedur pemeliharaannya dan sangat bermanfaat bagi
pengendalian serta isolasi penyakit, sekaligus dalam menerapkan CBIB maupun
CPIB. jiwa kewirausahaan yang dibangun adalah melalui kelompok yang sehat, disiplin
dan konsisten menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang tertuang dalam
CBIB dan CPIB serta mematuhi anjuran teknis yang diberikan. ”Ke depan menjaga
komitmen menerapkan CBIB maupun CPIB adalah ciri pengusaha kecil yang harus
dibangun di Indonesia untuk menghadapi Pasar Bebas ASEAN 2015. Tugas KKP adalah
mencetak pembudidaya tradisional untuk menjadi pengusaha yang mempu bersaing
secara global dengan sentuhan teknologi dan pemberdayaan secara kelompok.
Kondisi ini dapat dicapai salah satunya melalui program revitalisasi tambak”,
pungkas Slamet.
Slamet
menambahkan bahwa capaian produksi perikanan budidaya sampai dengan pertengah
Oktober 2013, berdasarkan data sementara yang dihimpun adalah 9,5 juta ton.
Volume ini hampir sama dengan pencapaian produksi tahun 2012 lalu. “Kami
optimis bahwa target produksi perikanan budidaya tahun 2013 sekitar 13 juta ton
dapat tercapai”, jelas Slamet
Pindah Ke Kantor Baru, Menara
165
Pada
kesempatan yang sama, Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP), Sharif C. Sutradjo,
juga melakukan kunjungan ke kantor DJPB yang baru, di Menara 165, Cilandak-
Jakarta Selatan. MKP melakukan peninjauan ke Ruang Pelayan Publik DJPB di
lantai 16 dan ruang kerja Direktur Jenderal Perikanan Budidaya di lantai 23.
MKP juga
berkenan memberikan bantuan untuk pengembangan budidaya lele biofloc 165 kepada
Pondok Pesantren Darul Muttaqin – Bogor dan Pondok Pesantren Al – Hidayah –
Depok, senilai masing-masing Rp. 75 juta. MKP juga menerima Buku Usaha Budidaya
Lele Biofloc 165 yang diserahkan oleh Tim penulis. Pada saat itu juga
diserahkan bantuan teknologi budidaya lele biofloc 165 dari BRI kepada Majelis
Az Zikra senilai Rp. 50 juta
[Sumber : DJPB]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar