Trawl atau dikenal dengan sebutan pukat harimau ,LONG BEAGH
SET NET /Jaring katong besar dan lain sebagainya merupakan sebuah alat tangkap
ikan yang mempergunakan teknologi modern. Trawl mulai dikenal ketika revolusi biru muncul menjadi
solusi bagi dunia kelautan dan perikanan tahun 60-an, trawl menjadi semakin
popular karena mampu melakukan penangkapan ikan dalam jumlah yang sangat besar.
Cara kerja trawl (pukat harimau) dalam setiap operasinya
menggunakan jarring (pukat) yang diameternya cukup rapat dengan ukuran 0,5
milimeter.
Jarring (pukat) tersebut disebar dengan mempergunakan tenaga
mesin (sering juga disebut nelayan katrol) serta mempergunakan pemberat besi
lebarnya 1 meter mirip seperti kura-kura yang membuat jarring (pukat) sampai
kedasar laut. Setelah jarring (pukat) dan pemberat besi sampai kedasar
laut kapal (boat) dengan berjalan sambil mengulur tali besarnya 4 cm sepanjang
200 meter dan melakukan penangkapan ikan mengenai pemberat ada beberapa jenis besi baja, papan dan
yang lain.
1. biasanya wilayah tangkapannya trawl adalah wilayah
pesisir. Karena memang alat ini dibuat untuk dipergunakan dikawasan pesisir
atau laut tidak dalam sekitar kedalamannya 5, 10 sampai 20 meter kedalaman
laut.
2. Secara umum trawl (pukat harimau)LONG BEAGH SET NET
/Jaring katong besar dapat diklasifikasikan tiga bentuk yaitu :
- Dengan latar belakang tersebut akhirnya keluarlah
kebijakan pemerintah dengan memberi bantuan kredit bagi nelayan tradisional
untuk memodernisasi alat tangkap, melalui bantuan kredit tersebut. Program
kredit pada awalnya memang berjalan dengan baik. Sehingga wialyah laut kita
dipenuhi dengan operasi trawl denga hasil tangkapan yg cukup besar dan mencapai
puncak kejayaannya ditahun 1970-1980.
- namun disisi lain trawl memunculkan berbagai persoalan
yang berbuntut dikeluarkan KEPPRES NO. 39 tahun 1980 dimana isinya
menghentikan dan melarang trawl sebagai alat tangkap ikan dan beroperasi
diwilayah perairan Indonesia.
- Sejalan dengan Intruksi Presiden NO. 11 tahun 1982 dan SK
Mentri pertanian NO. 503/ KPTS/UM/7/1980 tentang langkah-langkah pelaksanaan
penghapusan jarring (pukat) trawl tahun pertama dan juga didukung dengan surat
edaran mahkama agung NO. 3 tahun 1988 yang diperuntukkan bagi hakim seluruh
Indonesia yang menyidangkan kasus trawl agar memberikan sangsi yang berat bagi
siapa saja yang kedapatan mempergunakannya maupun menyimpannya.
Pada umumnya masyarakat nelayan tradisionil seperti di sumatera utara
menolak dengan tegas pukat trawl (pukat harimau) beroperasi di perairan laut
indoneisa dan semakin marak. Bentuk protes dari berbagai masyarakat nelayan
tradisionil akhir-akhir ini bermunculan seperti nelayan pantai labu kabupaten
deli serdang, jarring halus, brandan kab. Langkat, kab. Asahan, kab. Serdang
bedagai, kab. Sibolga, tanjung balai akan tetapi belum ada respon sama sekali
dari pemerintah.
Alat tangkap trawl membawa resiko terjadinya kerusakan lingkungan di wilayah pesisir pantai dimana alat tangkap ini dioperasikan membawa dampak terhadap lingkungan seperti :
a. penangkapan ikan yang berlebihan (over fishing) atau
melebihi ambang batas penangkapan atau MSY (maksimum Sustainnable Yield) dan
menyebabkan terjadinya kerusakan dasar laut seperti planton atau terumbu karang
dan berkembang biaknya biota laut seperti ikan, udang dan lainnya.
b. Akibat penggunaan pemberat besi, baja dan papan yang
mengkeruk yang rata-rata menyapu bersih tiap trawl beroperasi juga. Merusak dan
menghabat pertumbuhan biota laut seperti anak-anak ikan dan biota laut lainnya
dikarenakan penangkapan biota laut yang bukan menjadi target (baycatch),
seringkali ikan, udang yang sudah mati ditangkap dan dibuang kembali kelaut,
bahwa jumlah bycatch (organisme yang bukan target dan akhirnya dibuang) antara
6 hingga 15 kali dari berat yang ditargetkan (udang, scallops dll) yaitu
sekitar 39000-75000 ton setiap tahun. Kondisi ini tentu saja merusak rantai dan
system ekologis (termasuk turbidity ) dilaut disamping implikasi social ekonomi
kepada masyrakat nelayan tradisionil.
c. Meskipun banyak modifikasi alat tangkap untuk
mengeluarkan bycatch tersebut tidak efektif sama sekali. Berbagai dampak
tersebut pada gilirannya akan membuat terjadinya ketidak seimbangan ekosistem
diwilayah laut dipesisir pantai.
e. Laporan lain yang juga menyatakan trawl merusak terungkap
dalam pernyataan teddenson, presiden amerika ocean campaign (AOC) berdasarkan
penelitian mengatakan :
1. trawl adalah alat penangkap ikan dengan menggunkan
jarring yang diletakkan disamping kapal atau boat dan ditarik dengan
menggunakan katrol, hal ini memungkinkannya menjadi alat tangkap komersil yang
paling besar didunia,
2. sasaran utama adalah udang, minyak, ikan dan gepeng.
Tetapai menggunkan alat tangkap trawl harus dibayar mahal akibat kerusakan
tersebut. Elliot norse dan watling (akhir 1998) menyimpulkan bahwa efek trawl
seluruh dunia setiap tahun adalah kongo, brazil dan India.
3. Dalam bidang ekonomi menurut kami trawl antara lain :
a. membuat terjadi monopoli penangkapan ikan yang dilakukan
oleh pemilik kapal (BOAT ) trawl atau pukat hariamu.
b. Dilokasi tangkapan nelayan tradisionil menjadi rusak
disapu habis oleh trawl (pukat harimau), hingga penyebab terjadinya penurunan
hasil tangkapan nelayan kecil/ tradisionil dan terjadinya persaingan yang tidak
sehat antara trawl denga nelayan kecil/ tradisionil maupun sesama pemilik trawl
(pukat harimau).
c. Sementara berdampak social yang ditimbulkannya terus
terjadi antara pemilik trawl dengan nelayan tradisionil dengan alasan tersebut
koordinator DPP ASDW SUMATERA Roy Andre dengan berbagai penilain yang harus
dilakukan pemerintah pusat adalah trawl atau sebutan Pukat harimau / LONG BEACH
SET NET/JARING KATONG BESAR harus dihapuskan dan mencari alat tangkap yang
ramah lingkungan (ramli) dan menjamin hak nelayan tradisionil dengan pengakuan
terhadap milik laut, hak pemanfaatan dan hak untuk turut terlibat langsung
dalam setiap pengaturan sumber daya pesisir dan laut, juga ditetapkan pembagian
wilayah penangkapan nelayan tradisionil dengan modern yang didukung dengan
penegakan hokum secara tegas dan bertanggungjawab dan memberikan pembinaan
dalam hal managemen. Pemasaran dan bantuan dana (bila memang dibutuhkan) dengan
mekanisme yang jelas dan bukan untuk pengusaha yang menagats namakan
pemberdayaan nelayan kecil.
d. Asosiasi Swara Wartawan Demokrasi (ASWD) bersama seluruh
nelayan tradisionil Indonesia meminta kembalikan lautku seperti semula. Sumber
kehidupan anak nelayan. Dan mari kita berusaha meningkatkan kesejahteraan
nelayan sekaligus menjamin kelestarian sumber ikan walaupun berat harus kita
tegakkan supermasi hokum dilaut. Bahwa hari ini kita sebgai putera puteri
Indonesia yang masih diberikan kesempatan agar sama-sama mencari solusi
penggunaan alat atangkap yang ramah lingkungan (ramli) agar kerusakan
sumberdaya laut dan kemiskinan, konflik dan yang lainnya tidak terjadi lagi.
Sumber : roy andre, dalam artikelnya dengan Thema Kembalikan Hasil
Lautku Seperti Semula, Sumber Kehidupan Anak Nelayan
anjing
BalasHapus