Perudangan
nasional saat ini dalam kondisi yang cukup menggembirakan. Harga udang yang
mencapai nilai tertinggi yaitu Rp. 105 ribu per kg dan kebutuhan udang secara
global yang meningkat, mendorong pemerintah untuk melakukan segala upaya
meningkatkan produksi udang dan tetap menjaga usaha budidaya udang nasional
dari serangan penyakit. Salah satu penyakit udang yang harus diperhatikan
adalah Early Mortality Syndrome (EMS) atau Acute Hepatopancreatic Necrosis
Disease (AHPND). “Untuk lebih mengenal dan mengetahui perkembangan terkini dari
penyakit ini, pertemuan ini menjadi memiliki nilai strategis dan penting.
Karena kita dapat menimba informasi dari pakar internasional terkait penyakit
transboundery EMS/AHPND yang masih banyak menyerang budidaya udang terutama di
Asia”, demikian disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet
Soebjakto, saat membuka Seminar “Overview on Early Mortality Syndrome
(EMS)/Acute Hematopancreatic Necrosis Disease (AHPND) di Hotel Sahati, Pasar
Minggu – Jakarta Selatan.
Slamet
menambahkan bahwa Udang merupakan komoditas unggulan ekspor perikanan Indonesia
yang keberadaannya menjadi sangat strategis dalam menopang perekonomian
nasional melalui penciptaan devisa Negara, sehingga bisnis perudangan nasional
perlu terus didorong secara berkelanjutan. “Sebagai gambaran, nilai ekspor
udang nasional Tahun 2011 mencapai 1.039 milyar US Dolar, angka yang cukup
besar dalam memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
nasional. Produksi udang juga terus mengalami kenaikan. Tercatat,
produksi udang nasional tahun 2012 sebesar 415.703 ton atau meningkat 4% dari
Tahun 2011. Tahun 2013 capian produksi udang nasional diproyeksikan
sebesar 608.000 ton. Selain itu, merebaknya penyakit EMS (Early Mortality
Syndrome) pada beberapa negara produsen udang di Asia seperti Thailand, Vietnam
dan Malaysia menjadi peluang bagi Indonesia untuk mengisi kekosongan
ketersediaan kebutuhan udang dunia, yaitu dengan menggenjot produksi dan
meningkatkan daya saing produk udang nasional”, tambah Slamet.
Slamet
menegaskan, tantangan besar terkait bisnis perudangan nasional adalah semakin
ketatnya daya saing produk udang di perdagangan global. Untuk tetap dapat
bertahan dan bersaing di pasar global, pengusaha udang harus meningkatkan daya
saing produk udang nasional. Terutama dengan penguasaan teknologi budidaya
seperti produksi udang unggul, penerapan budidaya sistem tertutup, teknologi
bioflok serta perekayasaan teknologi. Program industrialisasi udang telah
menjawab permasalahan itu dan memberikan harapan besar bagi tercapainya
peningkatan produksi udang nasional. “Selain itu, yang juga perlu diperhatikan
adalah menjaga budidaya udang dari serangan penyakit salah satunya dari
EMS/AHPND,” ungkapnya.
EMS/AHPND
dilaporkan mewabah pertama kali di China pada tahun 2009, selanjutnya penyakit
ganas ini menyebar ke Vietnam pada awal 2010, kemudian meluas ke Malaysia pada
tahun 2011dan Thailand pada tahun 2012 dan pada tahun 2013 ditengarai bahwa
penyakit ini sudah sampai di Mexico. “Dampak yang diakibatkan oleh EMS/AHPND
disampaikan oleh Global Aquaculture Alliance (GAA) memperkirakan Asia
kehilangan USD 1 milyar dari hasil produksi budidaya udang akibat serangan
AHPND. Demikianjuga Department of Animal Health (DAH) Viet Nam melaporkan AHPND
menyerang area tambak udang dengan total luas sebesar 39.000 ha selama tahun
2010–2011; Department of Fisheries, Malaysia memperkirakan kehilangan USD
0.1 milyar pada tahun 2011; di Thailand, Charoen Pokphand Foods
melaporkan bahwa pada triwulan I 2013, keuntungan menurun sebesar 70% dibanding
periode yang sama pada tahun sebelumnyasebagi akibat dari kurangnya pasokan
udang akibat serangan penyakit EMS/AHPND. “Jadi kita harus tetap waspada
terhadap penyakit ini. Pemerintah telah mengambil langka-langkah untuk mencegah
masuknya penyakit ini ke Indonesia dengan membentuk tim khusus atau satuan
tugas yang selalu memantau perkembangan penyakit ini secara global selain itu
juga memberikan informasi dan pengetahuan kepada pemerintah daerah melalui
sosialisasi yang telah dilakukan di 9 lokasi sentra budidaya udang seperti
Kalimantan Barat, Lampung, Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Jawa Barat dan
Banten, Bali danJawaTimur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan dan NTB,” tambah
Slamet.
Prof. Lightner dari Universitas
Arizona, memberikan materi terkait informasi terkini tentang penyakit EMS/AHPND
yang tengah melanda beberapa Negara produsen udang di Asia. Penyakit ini diduga
disebabkan oleh bakteri Vibrio parahaemolyticus yang
mengakibatkan perubahan warna pada hepatopankreas (kuning/pucat) sehingga udang
mengalami kematian pada saat umur 30 hari. Kematian akibat penyakit ini cukup
besar karena mencapai 90 % dari jumlah benih yang ditebar.
Seminar ini
juga dihadiri para pakar, praktisi dan pembudidaya udang dan juga perwakilan
dari Unit Pelaksana Teknis lingkup DJPB yang membidangi budidaya air payau.
Diharapkan dari seminar ini perudangan nasional tetap terjaga dari merebaknya
penyakit EMS/AHPND dan tetap dapat mendukung program peningkatan produksi yang
berkelanjutan.
sumber : KLIK DISINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar