Pada kesempatan
ini saya ingin berbagi pengetahuan melalui postingan ini, semoga kunjungan anda
disini semua dalam keadaan sehat wal'afiat, selamat Datang semua.... semoga
Tuhan yang maha Kuasa selalu memberkahi anda semua. Sebagai rasa kebersamaan
kita postingan ini saya Mengambil Judul tentang Sistim pendidikan Orang Dewasa. Dalam sistim penyuluhan
perikanan yang dikenal sebagai sistim pendidikan non formal yang dapat
diterapkan kepada kelompok atau masyarakat, tentu saja menggunakan berbagai methode
Penyuluhan yang dalam pelaksanaannya perlu dengan menggunakan Prinsip pendidikan orang dewasa yang juga disesuaikan
dengan situasi dan kondisi masyarakat setempat. Pada postingan kali ini kita
akan memberikan informasi pengetahuan dan membahas mengenai sistimpendidikan orang Dewasa dalam proses
pembelajaran, karena untuk merubah perilaku ditungkat
pengetahuan, ketrampilan maupun sikap terhadap peningkatan kemampuan masyarakat
melalui kelompok tentu diperlukan methode yang tepat yaitu dengan prinsip pendidikan Orang dewasa, sehingga apa yang menjadi visi dan misi untuk
merubah perilaku tersebut dapat diterima oleh kelompok sebagai anggota dalam
masyarakat. Dalam pelaksanaannya kita tetap juga harus mengenal Sistim pembelajarannya, dengan methode apa
yang sesuai, selain juga menggunakan dan melakukan Implementasi Prnsip-prinsip
pendidikan orang dewasa, karena Pada dasarnya "orang dewasa" memiliki
banyak pengalaman baik dalam bidang pekerjaannya maupun pengalaman lain dalam
kehidupannnya. Tentu saja untuk menghadapi Kelompok sebagai peserta
masyarakat yang memimliki pendidikan yang pada umumnya adalah
"orang dewasa" dibutuhkan suatu
strategi dan methode
pendekatan yang berbeda dengan "pendidikan dan pelatihan"
ala bangku sekolah, atau pendidikan konvensional yang sering disebut dengan
pendekatan Pedagogis. Dalam praktek "pendekatan pedagogis"
yang diterapkan dalam pendidikan dan pelatihan seringkali tidak cocok. Untuk
itu, dibutuhkan suatu pendekatan yang lebih cocok dengan
"kematangan", "konsep diri" peserta dan "pengalaman
peserta". Di dalam dunia pendidikan, strategi dan pendekatan ini dikenal
dengan sistim "Pendidikan Orang Dewasa" (Adult Education).
Pengertian
Malcolm
Knowles dalam publikasinya yang berjudul "The
Adult Learner, A Neglected Species" mengungkapkan teori belajar
yang tepat bagi orang dewasa. Sejak saat itulah istilah "Andragogi"
makin diperbincangkan oleh berbagai kalangan khususnya para ahli
pendidikan.
Andragogi
berasal dari bahasa Yunani kuno "aner", dengan akar
kata andr- yang berarti laki-laki, bukan anak laki-laki atau orang
dewasa, dan agogos yang berarti membimbing atau membina, maka andragogi secara
harafiah dapat diartikan sebagai ilmu dan seni mengajar orang dewasa.
Sedangkan istilah lain yang sering dipergunakan sebagai perbandingan
adalah "pedagogi", yang ditarik dari kata "paid"
artinya anak dan "agogos" artinya membimbing atau memimpin. Maka
dengan demikian secara harafiah "pedagogi" berarti seni atau
pengetahuan membimbing atau memimpin atau mengajar anak.
Karena
pengertian pedagogi adalah seni atau pengetahuan membimbing atau mengajar anak
maka apabila menggunakan istilah pedagogi untuk kegiatan pelatihan bagi orang
dewasa jelas tidak tepat, karena mengandung makna yang bertentangan. Pada
awalnya, bahkan hingga sekarang, banyak praktek proses belajar dalam suatu
pendidikan yang ditujukan kepada orang dewasa, yang seharusnya bersifat
andragogis, dilakukan dengan cara-cara yang pedagogis. Dalam hal ini prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi
pendidikan anak dianggap dapat diberlakukan bagi kegiatan pendidikan bagi orang
dewasa.
Namun karena
orang dewasa sebagai individu yang sudah mandiri dan mampu mengarahkan dirinya
sendiri, maka dalam andragogi yang terpenting dalam proses interaksi belajar
adalah kegiatan belajar mandiri yang bertumpu kepada warga belajar itu sendiri
dan bukan merupakan kegiatan seorang guru mengajarkan sesuatu (Learner
Centered Training / Teaching)
Asumsi-Asumsi
Pokok
Malcolm
Knowles dalam mengembangkan konsep andragogi, mengembangkan empat pokok asumsi
sebagai berikut:
Konsep Diri
Asumsinya bahwa kesungguhan dan
kematangan diri seseorang, bergerak dari ketergantungan total (realita pada
bayi) menuju ke arah pengembangan diri sehingga mampu untuk mengarahkan dirinya
sendiri dan mandiri. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa secara umum konsep
diri anak-anak masih tergantung sedangkan pada orang dewasa konsep dirinya
sudah mandiri. Karena kemandirian inilah orang dewasa membutuhkan untuk
mendapatkan penghargaan orang lain sebagai manusia yang mampu menentukan
dirinya sendiri (Self Determination) dan mampu mengarahkan dirinya
sendiri (Self Direction). Apabila orang dewasa tidak menemukan dan
menghadapi situasi dan kondisi yang memungkinkan timbulnya penentuan diri
sendiri dalam suatu pelatihan, maka akan menimbulkan penolakan atau reaksi yang
kurang menyenangkan. Orang dewasa juga mempunyai kebutuhan psikologis agar
secara umum menjadi mandiri, meskipun dalam situasi tertentu boleh jadi ada
ketergantungan yang sifatnya sementara.
Hal ini menimbulkan implikasi dalam
pelaksanaan praktek pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan iklim dan
suasana pembelajaran dan diagnosa kebutuhan serta proses perencanaan
pendidikan.
Peranan Pengalaman
Asumsinya adalah bahwa sesuai
dengan perjalanan waktu seorang individu tumbuh dan berkembang menuju ke arah
kematangan. Dalam perjalanannya, seorang individu mengalami dan mengumpulkan
berbagai pengalaman pahit-getirnya kehidupan, dimana hal ini menjadikan seorang
individu sebagai sumber belajar yang kaya, dan pada saat yang bersamaan
individu tersebut memberikan dasar yang luas untuk belajar dan memperoleh
pengalaman baru. Oleh sebab itu, dalam teknologi pembelajaran orang dewasa,
terjadi penurunan penggunaan teknik transmittal seperti yang dipergunakan dalam
pelatihan konvensional dan menjadi lebih mengembangkan teknik yang bertumpu
pada pengalaman. Dalam hal ini dikenal dengan "Experiential Learning
Cycle" (Proses Belajar Berdasarkan Pengalaman).
Hal ini menimbulkan implikasi
terhadap pemilihan dan penggunaan metoda dan teknik pembelajaran. Maka, dalam praktek
pelatihan lebih banyak menggunakan diskusi kelompok, curah pendapat, kerja
laboratori, sekolah lapangan (field school), melakukan praktek dan lain
sebagainya, yang pada dasarnya berupaya untuk melibatkan peranserta atau
partisipasi peserta pelatihan.
Kesiapan Belajar
Asumsinya bahwa setiap individu
semakin menjadi matang sesuai dengan perjalanan waktu, maka kesiapan belajar
bukan ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik ataupun biologisnya,
tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan dan perubahan tugas
dan peranan sosialnya
Hal ini
berbeda pada seorang anak, umumnya seorang anak belajar karena adanya tuntutan
akademik atau biologisnya. Tetapi pada orang dewasa, kesiapan belajar
ditentukan oleh tingkatan perkembangan mereka yang harus dihadapi dalam
peranannya sebagai kader, pekerja, orang tua atau pemimpin organisasi.
Hal ini membawa implikasi
terhadap materi pembelajaran dalam suatu pendidikan tertentu. Dalam hal ini tentunya materi
pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan yang sesuai dengan peran
sosialnya.
Orientasi Belajar
Asumsinya, pada anak (yang belajar)
orientasi belajarnya ‘seolah-olah’ sudah ditentukan dan dikondisikan untuk
memiliki orientasi yang berpusat pada materi pembelajaran (Subject Matter
Centered Orientation). Sedangkan pada orang dewasa, memiliki orientasi belajar
cenderung berpusat pada pemecahan permasalahan yang dihadapi (Problem
Centered Orientation). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa
merupakan kebutuhan untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan
keseharian, terutama dalam kaitannya dengan fungsi dan peranan sosial orang
dewasa.
Selain itu,
perbedaan asumsi ini disebabkan juga karena adanya perbedaan perspektif waktu.
Bagi orang dewasa, belajar lebih bersifat untuk dapat dipergunakan atau
dimanfaatkan dalam waktu segera. Sedangkan anak, penerapan apa yang dipelajari
masih menunggu waktu hingga dia lulus dan sebagainya. Sehingga ada
kecenderungan pada anak, bahwa belajar hanya sekedar untuk dapat lulus ujian
dan memperoleh sekolah yang lebih tinggi.
Hal ini
menimbulkan implikasi terhadap sifat materi pembelajaran atau pelatihan bagi
orang dewasa, yaitu bahwa materi tersebut hendaknya bersifat praktis (menjawab
kebutuhan) dan dapat segera diterapkan di dalam kenyataan sehari-hari.
Beberapa
Implikasi Untuk Praktek
Dari uraian
tersebut dapat disimpulkan sementara beberapa perbedaan teoritis dan asumsi
yang mendasari andragogi dan pedagogi (konvensional) yang menimbulkan berbagai
implikasi dalam praktek
Dalam pedagogi
atau konsep pendidikan konvensional, karena berpusat pada materi pembelajaran (Subject
Matter Centered Orientation) maka implikasi yang timbul pada umumnya
peranan guru, pengajar, pembuat kurikulum, evaluator sangat dominan. Pihak
murid atau peserta belajar lebih banyak bersifat pasif dan menerima. Paulo
Freire, menyebutnya sebagai "Sistem Bank" (Banking System). Hal ini dapat terlihat pada hal-hal
sebagai berikut:
- Penentuan
mengenai materi pengetahuan dan ketrampilan yang perlu disampaikan yang
bersifat standard dan kaku.
- Penentuan
dan pemilihan prosedur dan mekanisme serta alat yang perlu (metoda &
teknik) yang paling efisien untuk menyampaikan materi pembelajaran.
- Pengembangan
rencana dan bentuk urutan (sequence) yang standard dan kaku
- Adanya
standard evaluasi yang baku untuk menilai tingkat pencapaian hasil belajar
dan bersifat kuantitatif yang bersifat untuk mengukur tingkat pengetahuan.
- Adanya
batasan waktu yang demikian ketat dalam "menyelesaikan" suatu
proses pembelajaran materi pengetahuan dan ketrampilan.
Dalam andragogi, peranan guru,
pengajar atau pembimbing yang sering disebut dengan fasilitator adalah
mempersiapkan perangkat atau prosedur untuk mendorong dan melibatkan secara
aktif seluruh warga belajar, yang kemudian dikenal dengan pendekatan
partisipatif. Dalam proses belajarnya melibatkan elemen-elemen:
- Menciptakan
iklim dan suasana yang mendukung proses belajar mandiri.
- Menciptakan mekanisme dan prosedur untuk perencanaan
bersama dan partisipatif.
- Diagnosis
kebutuhan-kebutuhan belajar yang spesifik.
- Merumuskan
tujuan-tujuan program yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan belajar.
- Merencanakan
pola pengalaman belajar.
- Melakukan dan menggunakan pengalaman belajar ini
dengan metoda dan teknik yang memadai.
- Mengevaluasi hasil belajar dan mendiagnosis kembali
kebutuhan-kebutuhan belajar, sebagai sebuah proses yang tidak berhenti.
Oleh karena
itu, dalam memproses interaksi belajar dalam pendidikan orang dewasa, kegiatan dan peranan fasilitator
bukanlah memindahkan pengetahuan dan ketrampilan kepada peserta pelatihan.
Peranan dan fungsi fasilitator adalah mendorong dan melibatkan seluruh peserta
dalam proses interaksi belajar mandiri, yaitu proses belajar untuk memahami
permasalahan nyata yang dihadapinya, memahami kebutuhan belajarnya sendiri,
dapat merumuskan tujuan belajar, dan mendiagnosis kembali kebutuhan belajarnya
sesuai dengan perkembangan yang terjadi dari waktu ke waktu.
Dengan begitu
maka tugas dan peranan fasilitator bukanlah memaksakan program atau kurikulum
dari atas atau dari NGO yang dibuat di balik meja –yang
berjarak/terlepas – dari kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi
peserta belajar.
Langkah-Langkah
Pokok Dalam Proses belajar Partisipatif (Andragogi)
Berdasarkan
pada implikasi andragogi untuk praktek dalam proses pembelajaran kegiatan
pelatihan, maka perlu ditempuh langkah-langkah pokok sebagai berikut:
1. Menciptakan
Iklim Pembelajaran yang Kondusif
Ada beberapa hal pokok yang dapat
dilakukan dalam upaya menciptakan dan mengembangkan iklim dan suasana yang
kondusif untuk proses pembelajaran, yaitu:
Pengaturan Lingkungan Fisik
Pengaturan
lingkungan fisik merupakan salah satu unsur dimana orang dewasa merasa
terbiasa, aman, nyaman dan mudah. Untuk
itu perlu dibuat senyaman mungkin:
- Penataan dan peralatan hendaknya disesuaikan dengan
kondisi orang dewasa.
- Alat peraga dengar dan lihat yang dipergunakan
hendaknya disesuaikan dengan kondisi fisik orang dewasa.
- Penataan ruangan, pengaturan meja, kursi dan
peralatan lainnya hendaknya memungkinkan terjadinya interaksi sosial.
Pengaturan Lingkungan Sosial dan Psikologis
Iklim psikologis hendaknya
merupakan salah satu faktor yang membuat orang dewasa merasa diterima, dihargai
dan didukung. Untuk itu diperlukan:
1. Fasilitator
lebih bersifat membantu dan mendukung.
2. Mengembangkan
suasana bersahabat, informal dan santai.
3. Menciptakan
suasana demokratis dan kebebasan untuk menyatakan pendapat tanpa rasa takut.
4. Mengembangkan
semangat kebersamaan.
5. Menghindari
adanya pengarahan dari siapapun.
6. Menyusun
kontrak belajar yang disepakati bersama
2. Diagnosis
Kebutuhan Belajar
Dalam andragogi tekanan lebih
banyak diberikan pada keterlibatan seluruh warga/peserta belajar di dalam suatu
proses melakukan diagnosis kebutuhan belajarnya:
- Melibatkan
seluruh pihak terkait (stakeholder) terutama pihak yang terkena
dampak langsung atas kegiatan itu.
- Membangun
dan mengembangkan suatu model kompetensi atau prestasi ideal yang
diharapkan
- Menyediakan
berbagai pengalaman yang dibutuhkan.
- Lakukan perbandingan antara yang diharapkan dengan
kenyataan yang ada, misalkan kompetensi tertentu.
3. Proses
Perencanaan
Dalam perencanaan pendidikan
hendaknya melibatkan semua pihak terkait, terutama yang akan terkena dampak
langsung atas kegiatan pendidikan tersebut. Tampaknya ada suatu
"hukum" atau setidak tidaknya suatu kecenderungan dari sifat manusia
bahwa mereka akan merasa 'committed' terhadap suatu keputusan apabila mereka
terlibat dan berperanserta dalam pengambilan keputusan. Untuk itu diperlukan:
- Libatkan
peserta untuk menyusun rencana pendidikan, baik yang menyangkut penentuan
materi pembelajaran, penentuan waktu dan lain-lain.
- Temuilah
dan diskusikanlah segala hal dengan berbagai pihak terkait menyangkut
pendidikan tersebut.
- Terjemahkan
kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi ke dalam tujuan yang
diharapkan dan ke dalam materi belajar.
- Tentukan
pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas di antara pihak terkait
siapa melakukan apa dan kapan.
4. Memformulasikan
Tujuan
Setelah menganalisis hasil-hasil
identifikasi kebutuhan dan permasalahan yang ada, langkah selanjutnya adalah
merumuskan tujuan yang disepakati bersama dalam proses perencanaan
partisipatif. Dalam merumuskan tujuan hendaknya dilakukan dalam bentuk
deskripsi tingkah laku yang akan dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut
di atas. Dalam setiap proses belajar, tujuan belajar hendaklah mencakup tiga
hal pokok yakni: kognitif, afektif, dan psikomotorik.
5. Mengembangkan
Model Umum
Ini merupakan aspek seni dan
arsitektural dari perencanaan pendidikan dimana harus disusun secara harmonis
antara beberapa kegiatan belajar seperti kegiatan diskusi kelompok besar,
kelompok kecil, urutan materi dan lain sebagainya. Dalam hal ini tentu harus
diperhitungkan pula kebutuhan waktu dalam membahas satu persoalan dan penetapan
waktu yang sesuai.
6. Menetapkan
Materi dan Teknik Pembelajaran
Dalam menetapkan materi dan metoda
atau teknik pembelajaran hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Materi pembelajaran hendaknya ditekankan pada
pengalaman-pengalaman nyata dari peserta belajar.
- Materi belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan
berorientasi pada aplikasi praktis. Bukan berarti materi yang disusun hanya bersifat
pragmatis.
- Metoda
dan teknik yang dipilih hendaknya menghindari teknik yang bersifat
pemindahan pengetahuan dari fasilitator kepada peserta, tetapi akan lebih
baik jika bersifat mendorong ketajaman analisis dan metodologi.
- Metoda
dan teknik yang dipilih hendaknya tidak bersifat satu arah namun lebih
bersifat partisipatif, atau dalam bahasa Freire “dialogis”.
7. Peranan
Evaluasi
Pendekatan evaluasi secara
konvensional (pedagogi) kurang efektif untuk diterapkan bagi orang dewasa.
Untuk itu pendekatan ini tidak cocok dan tidaklah cukup untuk menilai hasil
belajar orang dewasa. Ada beberapa pokok dalam melaksanakan evaluasi hasil
belajar bagi orang dewasa yakni:
- Evaluasi
hendaknya berorientasi kepada pengukuran perubahan perilaku setelah
mengikuti proses pembelajaran / pelatihan.
- Sebaiknya
evaluasi dilaksanakan melalui pengujian terhadap dan oleh peserta belajar
itu sendiri (Self Evaluation).
- Perubahan positif perilaku merupakan tolok ukur
keberhasilan.
- Ruang lingkup materi evaluasi "ditetapkan
bersama secara partisipatif" atau berdasarkan kesepakatan bersama
seluruh pihak terkait yang terlibat.
- Evaluasi ditujukan untuk menilai efektifitas dan
efisiensi penyelenggaraan program pendidikan yang mencakup kekuatan maupun
kelemahan program.
Menilai
efektifitas materi yang dibahas dalam kaitannya dengan perubahan sikap dan
perilaku.
Sumber
Referensi:
BAKORLUH,
dalam rangka Peningkatan SDM aparatur Kelautan dan perikanan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar