PENDAHULUAN
Teknologi budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA)
merupakan salah satu teknologi budidaya ikan yang sesuai untuk optimalisasi
pemanfaatan sumberdaya perairan khususnya perairan danau dan waduk di Indonesia , yang
luasnya 2,1 juta hektar. Bila 1% saja dari luas perairan tersebut digunakan
untuk budidaya KJA, maka akan dapat menghasilkan 800 ton ikan/hari.
Keberhasilan pengembangan budidaya tersebut berdampak positif
pada peningkatan produksi ikan dari keramba (dari tahun 1968 s/d 1993 kenaikan
produksi ikan keramba diproyeksikan sebesar 142,92% per tahun); peningkatan
kosumsi ikan terutama bagi daerah dengan tingkat konsumsi ikan yang rendah;
peningkatan peluang berusaha; kesempatan kerja dan pendapatan; serta
peningkatan pemanfaatan sumberdaya perairan.
Pada akhir 1995 di perairan waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur tercatat sebanyak
14.215 unit (1
unit = 4 petak) KJA dengan produksi ikan 19.050 ton/tahun. Pengembangan
teknologi KJA yang pesat dan kurang terkendali telah menimbulkan berbagai
permasalahan yang mengganggu kelestarian sumberdaya perairan dan usaha
perikanan itu sendiri. Permasalahan yang timbul terutama yang disebabkan oleh
keinginan petani cepat panen, maka pakan ikan diberikan dengan sistem pompa
(pakan diberikan setiap saat), sehingga tidak efisien (banyak yang terbuang)
dan berakibat negatif yaitu biaya produksi terlalu tinggi dan lingkungan
perairan tercemar dengan adanya pakan yang terbuang.
Salah satu cara mengurangi akibat
terbuangnya
pakan adalah dengan penerapan paket teknologi jaring ganda (tingat).
Pada saat ini sebagian petani ikan waduk
Jatiluhur sudah melaksanakannya.
TEKNOLOGI BUDIDAYA IKAN KJA GANDA
Teknologi KJA ganda yaitu pemeliharaan ikan dalam KJA dengan
jaring dua tingkat (dua lapis). Tingkat 1 (jaring lapis dalam) untuk
pemeliharaan ikan utama, seperti ikan mas, sedangkan tingkat 2 (jaring lapis
luar) umumnya dipelihara ikan yang mampu mendapatkan sisa pakan dari jaring
lapis dalam, ataupun yang dapat memakan lumut/organisme yang menempel di
jaring, seperti ikan nila. Jaring lapis luar umumnya lebih lebar (0,5-1,0 m)
dan lebih dalam (1,0 – 2,0 m) dari jaring lapis dalam.
Penekanan utama penggunaan teknologi jaring ganda adalah pada
pemeliharaan komoditas ikan mas. Hal tersebut didasarkan pada hasil penelitian,
bahwa pemeliharaan ikan mas menggunakan KJA satu lapis ukuran 7x7x2 m (98 m2)
dengan padat tebar ikan 100 ekor/m3 yang menghasilkan produksi 20-25
kg ikan/m3, dan konversi pakan 2-3 ternyata terbukti sebesar 30-40%
pakan yang diberikan terbuang (tidak dapat dimanfaatkan oleh ikan mas).
Dengan demikian pemeliharaan ikan pada lapis kedua, khususnya
ikan nila, diharapkan dapat memanfaatkan pakan yang terbuang tersebut yang sekaligus meningkatkan
produktivitas usaha budidaya di KJA.
Hasil penelitian keragaan produksi antara KJA ganda (lapis dalam
ikan mas dan lapis luar ikan nila GIFT) dengan KJA tunggal di waduk Jatiluhur, dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan
keragaan produksi KJA ganda dengan KJA tunggal
No
|
Komponen
|
KJA
Ganda
|
KJA
Tunggal
|
1
|
Konstruksi
·
Rakit
·
Kantong jaring dalam
·
Kantong jaring luar
|
7x7 m
6x6x3 m
7x7x4 m
|
7x7 m
-
7x7x4 m
|
2
|
Operasional per petak
·
Penebaran ikan mas
·
Penebaran ikan nila
·
Pakan
|
100 kg
50 kg
3.000 kg
|
100 kg
-
3.000 kg
|
3
|
Hasil produksi/petak
·
Ikan mas
·
Ikan nila GIFT
|
1.440 kg
455 kg
|
1.600 kg
-
|
Catatan:
·
Lama pemeliharaan 3 bulan
·
Bobot awal ika mas 10 gr
·
Bobot awal ikan nila GIFT 15-20 gr
Sumber